Hukum-hukum Janabah
Masalah
347: Seseorang dapat junub
dengan dua faktor: pertama, jima’ (senggama) dan kedua, keluarnya
sperma, baik ia dalam kondisi tidur atau terjaga, baik sperma itu sedikit atau
banyak, baik ia keluar dengan birahi atau tidak, baik ia keluar dengan sengaja
atau tidak.
Masalah
348: Jika setetes cairan keluar
dari seseorang dan ia tidak mengetahui apakah cairan itu adalah sperma, air
kencing atau cairan yang lain, maka cairan itu memiliki hukum sperma jika ia
keluar disertai dengan birahi, memuncrat dan setelah keluar, tubuhnya akan
menjadi lemas. Jika cairan itu tidak memiliki tanda-tanda tersebut sama sekali
atau salah satunya, maka ia tidak memiliki hukum sperma. Akan tetapi, berkenaan
dengan pria yang sakit dan wanita tidak harus cairan tersebut keluar dengan
memuncrat. Jika ia keluar disertai dengan birahi, maka cairan itu dihukumi
sperma. Dan tidak juga harus tubuh mereka berdua menjadi lemas (setelah cairan
itu keluar).
Masalah
349: Setelah keluar sperma
disunnahkan bagi setiap kita untuk buang air kecil. Jika kita tidak buang air
kecil dan setelah mandi kita melihat setetes cairan keluar yang tidak kita
ketahui apakah sperma atau cairan yang lain, maka cairan itu memiliki hukum
sperma.
Masalah
350: Jika seseorang telah
melakukan senggama dan kemaluannya telah masuk sebatas tempat khitan, baik ia
melakukan itu dengan seorang wanita atau lelaki, baik ia melakukannya di vagina
atau anus, baik kedua orang tersebut (pelaku dan objek) sudah baligh atau belum,
maka keduanya adalah junub meskipun tidak mengeluarkan sperma setetes pun.
Masalah 351: Jika ia ragu apakah kemaluannya sudah masuk
sebatas tempat khitan atau belum, maka mandi tidak wajib
baginya.
Masalah 352: Jika seseorang—na’udzu billah—menyetubuhi
seekor binatang dan ia mengeluarkan sperma, maka cukup baginya untuk mandi saja.
Dan jika ia tidak mengeluarkan sperma, maka sekiranya ia sudah berwudhu sebelum
melakukan itu, maka cukup baginya untuk mandi saja. Sementara itu, jika ia tidak
memiliki wudhu (sebelumnya), maka berdasarkan ihtiyath wajib ia harus
mandi dan berwudhu.
Masalah 353: Jika sperma telah bergerak dari tempatnya dan
tidak keluar atau kita ragu apakah sperma telah keluar atau belum, maka mandi
tidak wajib baginya.
Masalah 354: Tidak diperbolehkan bagi orang yang tidak dapat
mandi, meskipun ia dapat bertayamum untuk melakukan senggama dengan istrinya
tanpa alasan dan sebab. Akan tetapi, jika ia melakukan senggama itu dengan
tujuan untuk mencari kenikmatan atau khawatir atas dirinya (jika tidak
melakukannya), maka hal itu tidak ada masalah baginya.
Masalah 355: Jika seseorang melihat sperma di pakaiannya dan
ia yakin bahwa sperma itu berasal dari dirinya serta belum melakukan mandi
janabah, maka ia harus melakukan mandi dan mengqadha shalat yang diyakininya
telah dikerjakan setelah sperma itu keluar. Akan tetapi, shalat yang
dimungkinkan telah dikerjakannya setelah sperma itu keluar, tidak wajib baginya
untuk mengqadhanya.
Hal-hal Yang
Diharamkan Bagi Orang Junub
Masalah 356: Ada lima hal yang diharamkan bagi orang yang
junub:
Pertama, menyentuhkan sebagian anggota tubuh kepada
tulisan Al-Qur’an, nama Allah, nama para nabi dan imam ma’shum as. Nama para
nabi dan imam ma’shum as ini memiliki hukum yang sama dengan nama Allah berdasarkan
ihtiyath wajib.
Kedua, memasuki Masjidil Haram dan masjid Nabawi saw,
meskipun ia hanya melintas masuk dari satu pintu dan keluar dari pintu yang
lain.
Ketiga, diam di dalam masjid (selain kedua masjid di
atas). Akan tetapi, jika ia hanya melintas masuk dari satu pintu dan keluar dari
pintu yang lain atau ingin mengambil sesuatu dari dalamnya, maka tidak ada
larangan baginya untuk itu. Berdasarkan ihtiyath wajib tidak boleh juga
baginya untuk diam di dalam makam para imam as, meskipun yang lebih utama
baginya adalah menjalankan hukum Masjidil Haram dan masjid Nabawi berkenaan
dengan makam mereka itu.
Keempat, meletakkan sesuatu di dalam
masjid.
Kelima, membaca surah Al-Qur’an yang memiliki sujud
wajib. Yaitu empat surah ini: ash-Shaffaat: 32, Ha` Mim as-Sajdah: 41, an-Najm:
53 dan al-‘Alaq: 96. Jika ia membaca satu huruf pun dari salah satu surah
tersebut, maka hal itu adalah haram baginya.
Hal-hal Yang Dimakruhkan Bagi Orang
Junub
Masalah 357: Hal-hal yang dimakruhkan bagi orang yang junub
adalah sembilan macam:
Pertama dan kedua, makan dan minum. Akan tetapi,
jika ia berwudhu, maka makan dan minum tidak makruh lagi
baginya.
Ketiga, membaca lebih dari tujuh ayat surah-surah yang
tidak memiliki sujud wajib.
Keempat, menyentuhkan sebagian anggota badan kepada
sampul, catatan pinggir dan jarak pemisah antara tulisan
Al-Qur’an.
Kelima, membawa Al-Qur’an.
Keenam, tidur. Akan tetapi, jika ia berwudhu atau
bertayamum sebagai ganti dari mandi jika ia tidak memiliki air untuk itu, maka
tidur tidak makruh lagi baginya.
Ketujuh, menggunakan pacar dan yang serupa
dengannya.
Kedelapan, mengolesi sekujur tubuh dengan
minyak.
Kesembilan, melakukan senggama setelah ia bermimpi
basah.
Mandi Janabah
Masalah 358: Secara hukum asal, mandi janabah adalah sunah.
Akan tetapi, untuk mengerjakan shalat dan yang semisalnya mandi itu adalah
wajib. Sedangkan untuk mengerjakan shalat jenazah, sujud syukur dan sujud wajib
(karena membaca surah) Al-Qur’an (yang memiliki sujud wajib), tidak wajib bagi
kita untuk mandi janabah.
Masalah 359: Pada waktu mandi tidak wajib bagi kita untuk
membaca niat, “Aku niat untuk mandi wajib atau sunah.” Jika kita hanya meniatkan
qurbah (niat melaksanakan perintah Allah), maka hal itu sudah
cukup.
Masalah 360: Mandi, baik mandi wajib maupun mandi sunah dapat
diklasifikasikan dalam dua klasifikasi: tartibi dan
irtimasi.
Mandi
Tartibi
Masalah 361: Dalam mandi tartibi, kita harus berniat
mandi dengan membasuh kepala (meliputi wajah) dan leher pertama kali, lalu badan
bagian kanan dan kemudian, badan bagian kiri. Jika kita tidak melaksanakan
sesuai dengan urutan tersebut, baik kita melakukannya dengan sengaja, lupa atau
karena tidak mengetahui hukum, maka mandi kita adalah batal.
Masalah 362: Kita harus mencuci setengah bagian pusar dan
aurat bersama dengan bagian kanan tubuh dan setengah bagian yang lain bersama
dengan bagian kiri tubuh. Akan tetapi, yang lebih baik adalah kita mencuci
seluruh bagian pusar dan aurat bersama dengan kedua bagian tubuh kita. (Yaitu
ketika kita mencuci bagian kanan tubuh, kita mencuci seluruh pusar dan aurat,
dan ketika mencuci bagian kiri tubuh, kita juga mencuci seluruh bagian pusar dan
aurat tersebut—pen.)
Masalah 363: Supaya kita yakin bahwa ketiga bagian tubuh
tersebut (kepala dan leher, bagian kanan dan bagian kiri) telah terkenan air
(secara sempurna), maka ketika membasuh satu bagian dari ketiga bagian itu kita
juga harus membasuh sebagian dari bagian yang lain bersama dengan bagian yang
sedang kita basuh tersebut. Bahkan berdasarkan ihtiyath mustahab
hendaknya kita membasuh bagian kanan leher juga bersama dengan bagian kanan
tubuh dan bagian kiri leher bersama dengan bagian kiri tubuh.
Masalah 364: Jika kita mengetahui setelah mandi usai bahwa ada
sebagian anggota badan yang belum terbasuh dan kita tidak mengetahui bagian yang
mana, maka kita harus mengulangi mandi tersebut.
Masalah 365: Jika kita mengetahui setelah mandi usai bahwa ada
sebagian anggota badan yang belum terbasuh, maka sekiranya bagian tersebut
berada di bagian kiri badan, cukup bagi kita untuk membasuh bagian yang belum
terbasuh tersebut. Jika bagian (yang belum terbasuh tersebut) berada di bagian
kanan badan, maka kita harus mengulangi membasuh bagian kiri setelah membasuh
bagian tersebut. Dan jika bagian tersebut berada di bagian kepala dan leher,
maka setelah membasuhnya kita harus mengulangi membasuh bagian kanan, lalu
bagian kiri badan.
Masalah 366: Jika kita ragu apakah telah membasuh sebagian
dari bagian kiri tubuh sebelum mandi usai, maka cukup bagi kita untuk membasuh
bagian tersebut. Akan tetapi, jika kita ragu apakah telah membasuh bagian kanan
tubuh atau sebagian darinya setelah kita mulai membasuh bagian kiri tubuh, atau
kita ragu apakah telah membasuh kepala dan leher atau sebagian dari keduanya
setelah mulai membasuh bagian kanan tubuh, maka kita tidak perlu memperhatikan
keraguan tersebut.
Mandi
Irtimasi
Masalah 367: Dalam mandi irtimasi, air harus membasahi
seluruh badan dalam satu waktu. Oleh karena itu, jika kita berniat mandi dan
masuk ke dalam air dalam sekaligus atau perlahan-lahan sehingga seluruh badan
masuk ke dalam air, maka mandi kita adalah sah.
Masalah 368: Dalam mandi irtimasi, jika badan kita
berada di dalam air dan kita menggerakkannya setelah berniat mandi, maka mandi
kita adalah sah. Akan tetapi, berdasarkan ihtiyath mustahab hendaknya
(sebelum mandi) mayoritas badan kita berada di luar air dan setelah berniat
mandi, kita masuk ke dalam air.
Masalah 369: Jika kita mengetahui setelah melakukan mandi
irtimasi bahwa sebagian anggota badan belum terkena air, maka kita harus
mengulangi mandi, baik kita mengetahui di mana letaknya atau tidak.
Masalah 370: Jika kita tidak memiliki waktu untuk melakukan
mandi tartibi dan hanya memiliki waktu untuk mandi irtimasi, maka
kita harus melakukan mandi irtimasi.
Masalah 371: Orang yang sedang berpuasa wajib atau melakukan
ihram untuk haji atau umrah tidak dapat melakuan mandi irtimasi. Dan jika
ia melakukan mandi irtimasi karena lupa, maka mandinya adalah
sah.
Hukum-hukum
Mandi
Masalah 372: Dalam mandi irtimasi seluruh anggota badan
harus suci. Akan tetapi, dalam mandi tartibi seluruh badan kita tidak
harus suci. Seandainya seluruh badan kita adalah najis dan sebelum membasuh satu
bagian (dari ketiga bagian tersebut) kita mencucinya terlebih dahulu dengan air,
maka hal itu sudah cukup.
Masalah 373: Keringat orang yang junub karena pekerjaan haram
adalah tidak najis. Jika orang yang junub karena pekerjaan haram mandi dengan
menggunakan air hangat, maka mandinya adalah sah.
Masalah 374: Jika ketika mandi masih ada anggota badan yang
belum terbasuh meskipun seukuran sehelai rambut, maka mandi kita adalah batal.
Tidak wajib (bagi kita untuk)
mencuci bagian-bagian badan yang (termasuk bagian dalam dan) tidak nampak,
seperti bagian dalam telinga dan hidung.
Masalah 375: Jika kita ragu apakah salah satu bagian badan
termasuk bagian luar atau bagian dalam, maka berdasarkan ihtiyath wajib
kita harus membasuhnya kecuali jika sebelumnya ia adalah termasuk bagian dalam
badan dan sekarang kita ragu apakah ia sudah menjadi bagian luar atau masih
termasuk bagian dalam. Dalam kondisi ini tidak wajib bagi kita untuk
membasuhnya.
Masalah 376: Jika lubang anting dan yang semisalnya sangat
besar sehingga bagian dalamnya nampak dan dianggap sebagai anggota luar badan,
maka kita harus membasuhnya. Jika bagian dalamnya itu tidak nampak dan tidak
termasuk bagian luar badan, maka tidak wajib kita
membasuhnya.
Masalah 377: Kita harus menghilangkan segala sesuatu yang
dapat mencegah masuknya air ke badan terlebih dahulu (sebelum melakukan mandi).
Dan jika kita mandi sebelum yakin bahwa penghalang masuknya air itu telah
hilang, maka mandi kita tidak mencukupi.
Masalah 378: Jika kita ragu ketika sedang melakukan mandi
apakah ada sesuatu yang dapat mencegah masuknya air melengket di kulit kita atau
tidak, maka kita harus menelitinya terlebih dahulu sehingga yakin tidak ada
penghalang (yang dapat mencegah masuknya air) jika keraguan kita tersebut
memiliki landasan logis.
Masalah 379: Dalam mandi kita harus membasuh rambut pendek
yang termasuk bagian dari badan kita. Dan berdasarkan ihtiyath wajib kita
juga harus membasuh rambut yang panjang.
Masalah 380: Semua persyaratan sahnya wudhu yang telah
dijelaskan di atas, seperti kesucian dan kehalalan air juga disyaratkan dalam
sahnya mandi. Akan tetapi, dalam mandi tidak wajib kita membasuh badan dimulai
dari atas ke bawah. Dalam mandi tartibi, setelah membasuh satu bagian
tidak wajib kita membasuh bagian yang lain secara langsung. Bahkan, jika setelah
membasuh kepala dan leher kita bersabar sebentar, lalu mencuci bagian kanan
badan dan setelah beberapa saat kita membasuh bagian kiri badan, maka hal itu
tidak ada masalah, kecuali wanita yang sedang menjalani darah istihadhah yang
hukumnya akan dijelaskan pada pembahasan berikut ini.
Masalah 381: Seseorang yang bermaksud tidak memberikan uang
ongkos (pemakaian jasa kamar mandi) kepada penjaga kamar mandi atau ingin
mengutang (terlebih dahulu) tanpa ia mengetahui bahwa penjaga tersebut rela,
meskipun pada akhirnya ia dapat menjadikannya rela dengan cara pembayaran
tersebut, maka mandinya adalah batal.
Masalah 382: Jika ia ingin membayar (pemakaian jasa kamar
mandi itu) kepada penjaga kamar mandi dengan uang haram atau uang yang belum
dikeluarkan khumusnya, maka mandinya adalah batal.
Masalah 383: Jika penjaga kamar mandi rela ongkos jasa
pemakaian kamar mandi itu dibayar kemudian, tetapi orang yang mandi berniat
untuk tidak membayar utang tersebut atau akan membayarnya dengan uang haram,
maka mandinya adalah batal.
Masalah 384: Jika ia menyucikan tempat keluarnya air besar di
penampungan air dan sebelum mandi ia ragu dengan menyucikan diri di tempat itu
apakah penjaga kamar mandi akan rela dengan mandinya itu atau tidak, maka
mandinya adalah batal kecuali sebelum mandi ia dapat menjadikannya rela.
Masalah 385: Jika kita ragu apakah sudah mandi atau belum,
maka kita harus mandi, dan jika kita ragu apakah mandi yang telah kita lakukan
adalah benar atau tidak, maka tidak perlu kita mengulangi mandi
tersebut.
Masalah 386: Jika di pertengahan mandi ia mengeluarkan hadas
kecil, seperti kencing, maka ia dapat menyempurnakan mandinya dan setelah itu ia
harus berwudhu. Akan tetapi, yang paling baik adalah berdasarkan ihtiyath
ia mengulangi mandinya dengan meniatkan apa yang wajib di atas pundaknya;
entah menyempurnakannya atau mengulanginya. Meskipun demikian, setelah
mengulangi mandi tersebut wajib baginya untuk berwudhu.
Masalah 387: Ketika ia mandi dengan anggapan memiliki waktu
yang cukup untuk mandi dan shalat, maka mandinya adalah sah meskipun setelah
mandi ia mengetahui bahwa semestinya tidak memiliki waktu yang cukup untuk
mandi.
Masalah 388: Jika seorang yang junub ragu apakah sudah mandi
atau belum, maka seluruh shalat yang telah dikerjakannya (selama itu) adalah
sah, dan untuk shalat-shalat berikutnya ia harus mandi.
Masalah 389: Seseorang yang memiliki kewajiban beberapa mandi
wajib dapat melakukan mandi sekali dengan niat seluruh mandi wajib tersebut,
atau ia melakukan mandi satu persatu secara terpisah.
Masalah 390: Jika di badannya tertulis ayat Al-Qur’an atau
nama Allah, atau ayat Al-Qur’an dan nama Allah itu berbentuk tato, maka ia harus
membersihkannya terlebih dahulu sebelum junub. Jika tidak, ia harus segera mandi
setelah junub dan harus berhati-hati jangan sampai tangannya menyentuhnya ketika
mandi. Ia harus mengalirkan air di atas tulisan tersebut.
Masalah 391: Tidak boleh bagi seseorang yang telah mengerjakan
mandi janabah untuk berwudhu ketika ingin mengerjakan shalat. Bahkan, ia dapat
mengerjakan shalat tanpa wudhu setelah mengerjakan mandi-mandi wajib yang lain,
kecuali mandi istihadhah sedang, meskipun yang lebih baik adalah ia berwudhu
(setelah mengerjakan mandi-mandi itu).
|