Haidh
Haidh adalah
darah yang pada umumnya keluar dari rahim seorang wanita selama beberapa hari
dalam setiap bulan. Wanita yang sedang mengalami darah haidh ini dinamakan
hâ`idh.
Masalah 431:
Pada umumnya darah haidh adalah kental, panas, berwarna merah kehitam-hitaman
atau merah tua dan keluar dengan tekanan dan disertai sedikit rasa perih.
Masalah 432:
Wanita keturunan Rasulullah saw (sayidah) akan mengalami masa menopaus (yâ`isah)
ketika ia berusia genap 60 tahun, sementara wanita selain sayidah akan
mengalaminya setelah ia berusia genap 50 tahun.
Masalah 433:
Darah yang keluar dari seorang anak kecil yang belum genap berusia sembilan
tahun menurut perhitungan kalender Hijriah dan dari seorang wanita yang telah
menjalani masa menopaus bukanlah darah haidh.
Masalah 434:
Wanita yang sedang hamil atau menyusui bayi masih mungkin mengalami masa haidh.
Masalah 435:
Seorang anak kecil yang tidak tahu apakah ia sudah berusia genap sembilan tahun
atau belum, jika darah yang tidak memiliki tanda-tanda darah haidh di atas
keluar darinya, maka darah itu bukanlah darah haidh. Bahkan jika darah tersebut
memiliki tanda-tanda darah haidh tersebut sekalipun, tidak bisa dikatakan bahwa
darah itu adalah darah haidh.
Masalah 436:
Seorang wanita yang ragu apakah masa menopausnya sudah tiba atau belum, jika ia
melihat darah dan ia tidak tahu apakah darah itu adalah darah haidh atau bukan,
maka harus mengasumsikan bahwa dirinya belum mengalami masa menopaus.
Masalah 437:
Masa haidh tidak boleh kurang dari tiga hari dan tidak boleh lebih dari sepuluh
hari. Jika darah itu keluar selama kurang dari tiga hari meskipun sedikit, maka
ia bukanlah darah haidh.
Masalah 438:
Pada tiga hari pertama darah haidh harus keluar secara terus-menerus. Oleh
karena itu, jika ia melihat darah pada dua pertama dan suci pada hari ketiga,
lalu melihat darah lagi pada hari keempat, maka darah itu bukanlah darah haidh.
Masalah 439:
Tidak harus darah itu keluar selama tiga hari penuh. Jika pada mulanya darah
keluar dan untuk selanjutnya masih ada darah di rongga vagina (meskipun tidak
keluar), maka hal itu sudah cukup. Seandainya dalam tiga hari itu ia pernah suci
dan masa kesuciannya sangat sedikit sehingga dapat dikatakan bahwa darah masih
terdapat di rongga vagina selama tiga hari penuh, maka darah itu adalah darah
haidh.
Masalah 440:
Tidak harus ia melihat darah pada malam pertama dan keempat. Akan tetapi, darah
itu tidak boleh berhenti pada malam kedua dan ketiga. Dengan demikian, jika
darah keluar terus-menerus dari sejak matahati terbit pada hari pertama hingga
ia terbenam pada hari ketiga atau darah itu keluar dimulai dari pertengahan hari
pertama dan diakhiri pada pertengahan hari keempat serta pada malam kedua dan
ketiga darah tidak berhenti, maka darah itu adalah haidh.
Masalah 441:
Jika ia melihat darah selama tiga hari berturut-turut dan setelah itu suci, maka
sekiranya ia melihat darah lagi dan jumlah keseluruhan hari ia melihat darah
serta hari-hari suci di pertengahan itu tidak lebih dari sepuluh hari, hari-hari
suci di pertengahan antara hari-hari ia melihat darah haidh itu adalah haidh.
Masalah 442:
Jika ia melihat darah yang keluar lebih dari tiga hari dan kurang dari sepuluh
hari dan ia tidak tahu apakah darah itu adalah darah bisul (yang tumbuh di rahim
misalnya) atau darah haidh, maka ia harus mengujinya—jika mungkin—dengan
memasukkan kapas (ke dalam vagina) dan mengeluarkannya kembali. Hal ini
sekiranya ia tidak mengetahui posisi bisul tersebut; apakah ia terletak di
sebelah kiri atau sebelah kanan. Dengan demikian, jika darah itu keluar dari
sebelah kiri, maka darah itu adalah darah haidh dan jika ia keluar dari sebelah
kanan, maka ia adalah darah bisul.
Masalah 443:
Jika ia melihat darah yang tidak kurang dari tiga hari dan tidak lebih dari
sepuluh hari dan ia tidak tahu apakah darah itu adalah darah haidh atau darah
luka, maka darah itu adalah darah haidh jika sebelumnya ia sedang mengalami
darah haidh, dan ia menganggap dirinya suci jika sebelumnya ia adalah suci. Jika
ia tidak tahu apakah sebelumnya ia adalah haidh atau suci, maka ia harus
meninggalkan segala yang diharamkan bagi wanita yang sedang menjalani haidh dan
melaksanakan segala ibadah yang harus dijalankan oleh wanita yang tidak sedang
menjalani haidh.
Masalah 444:
Jika ia melihat darah dan ragu apakah darah haidh atau nifas, maka ia harus
menganggapnya sebagai darah haidh jika darah itu memiliki tanda-tanda darah
haidh.
Masalah 445:
Jika ia melihat darah dan tidak tahu apakah darah itu adalah darah haidh atau
darah keperawanan, maka ia harus menguji dirinya. Yaitu ia memasukkan kapas ke
dalam vaginanya dan membiarkannya sebentar, lalu mengeluarkannya. Jika darah itu
hanya membasahi bagian luar kapas itu, maka darah itu adalah darah keperawanan,
dan jika membasahi seluruh bagian kapas, maka darah itu adalah darah haidh.
Masalah 446:
Jika ia melihat darah selama kurang dari tiga hari dan suci kembali, lalu
setelah tiga hari berlalu ia melihat darah lagi selama tiga hari, maka darah
kedua adalah haidh dan darah pertama bukanlah darah haidh.
Hukum-hukum Wanita Haidh
Masalah 447:
Beberapa hal berikut ini diharamkan atas wanita haidh:
Pertama,
ibadah-ibadah yang disayaratkan harus dilaksanakan dengan wudhu, mandi atau
tayamum, seperti shalat. Akan tetapi, mengerjakan ibadah-ibadah yang tidak
disyaratkan bersuci, seperti shalat jenazah, tidak ada larangan baginya.
Kedua,
segala yang diharamkan atas orang junub yang telah dijelaskan pada pembahasan
hukum-hukum orang junub.
Ketiga,
melakukan senggama melalui vagina. Hal ini diharamkan, baik untuk suami maupun
untuk istri sendiri, meskipun alat kelaminnya hanya masuk sekadar batas tempat
khitan dan air spermanya tidak keluar. Bahkan berdasarkan ihtiyath wajib
hendaknya suaminya tidak memasukkan alat kelaminnya meskipun kurang dari batas
tempat khitan. Melakukan senggama melalui anus wanita yang sedang haidh adalah
makruh keras jika ia rela.
Masalah 448:
Melakukan senggama di hari-hari yang tidak pasti haidhnya, tetapi secara syar’i
ia harus menganggapnya sebagai masa haidh adalah haram. Dengan demikian, wanita
yang melihat darah lebih dari sepuluh hari dan ia harus menjadikan kebiasaan
haidhnya sebagai masa haidh—sebagaimana akan dijelaskan nanti—, suaminya tidak
boleh melakukan hubungan badan dengannya pada hari-hari (kebiasaannya itu).
Masalah 449:
Jika seorang suami melakukan senggama dengan istrinya yang sedang haidh, maka ia
harus membayar kafarah. Kadar kafarah itu adalah, bahwa kita harus membagi masa
haidhnya menjadi tiga bagian. Jika suami melakukan senggama dengan istrinya pada
bagian pertama, maka ia harus memberikan 3,48 gram emas kepada orang fakir
sebagai kafarah. Jika ia melakukan senggama pada bagian kedua, maka ia harus
memberikan 1,74 gram emas kepadanya sebagai kafarah, dan jika ia melakukannya
pada bagian ketiga, maka ia harus memberikan 0,87 gram emas kepadanya. Contoh,
seorang wanita yang kebiasaan haidhnya adalah enam hari, jika suaminya melakukan
senggama dengannya pada malam atau siang hari pertama dan kedua, maka ia harus
membayar kafarah 3,48 gram emas, pada malam atau siang hari ketiga dan keempat,
1,74 gram emas dan pada malam atau siang hari kelima dan keenam, 0,87 gram emas.
Masalah 450:
Melakukan senggama dengan wanita haidh melalui anus tidak memiliki kafarah.
Masalah 451:
Jika harga emas pada saat ia melakukan senggama dengan harga emas pada saat ia
ingin memberikannya kepada orang fakir berbeda, maka ia harus mengkalkulasi
harga emas pada saat ingin memberikannya kepada orang fakir.
Masalah 452:
Jika seorang melakukan senggama dengan istrinya pada ketiga bagian tersebut,
maka ia harus mengeluarkan ketiga jenis kafarah tersebut yang jumlah
keseluruhannya adalah 6,09 gram emas.
Masalah 453:
Jika setelah melakukan senggama dan membayar kafarah ia masih melakukan senggama
untuk yang kedua kalinya, maka ia harus membayar kafarah lagi.
Masalah 454:
Jika ia melakukan senggama dengan wanita yang haidh beberapa kali dan belum
pernah membayar kafarah, maka berdasarkan ihtiyath wajib ia harus
membayar kafarah untuk setiap senggama (yang telah dilakukannya).
Masalah 456:
Jika seorang lelaki berzina dengan seorang wanita haidh atau melakukan senggama
dengan wanita haidh yang bukan muhrimnya dan ia menyangkanya sebagai istrinya,
maka berdasarkan ihtiyath wajib ia harus membayar kafarah.
Masalah 457:
Seseorang yang tidak mampu untuk membayar kafarah harus mengeluarkan sedekah
sekadar kenyangnya satu orang fakir. Dan jika ia juga tidak mampu (untuk itu),
maka ia harus beristighfar (baca: minta ampun dan bertaubat).
Masalah 458:
Menceraikan wanita yang sedang menjalani haidh—sebagaimana akan dijelaskan pada
pembahasan talak—adalah batal.
Masalah 459:
Jika seorang wanita berkata, “Aku sedang haidh” atau “Aku sudah suci”, maka
ucapannya harus diterima.
Masalah 460:
Jika di pertengahan shalat darahnya haidhnya keluar, maka shalatnya adalah
batal.
Masalah 461:
Jika di pertengahan shalat ia ragu apakah sudah haidh atau belum, maka ia tidak
boleh memperhatikan keraguannya dan harus meneruskan shalatnya. Akan tetapi,
jika setelah shalat ia tahu bahwa ia telah haidh di pertengahan shalat, maka
shalat yang telah dikerjakannya adalah batal.
Masalah 462:
Setelah ia suci dari darah haidhnya, wajib baginya untuk mandi ketika ingin
mengerjakan shalat dan ibadah-ibadah yang disyaratkan harus dikerjakan setelah
berwudhu, mandi atau tayamum. Cara mandinya sama dengan mandi janabah. Mandi
haidh—sebagaimana mandi janabah—dapat mencukupi wudhu. Akan tetapi, untuk
mengerjakan shalat lebih baiknya ia berwudhu lagi, baik sebelum atau sesudah
mandi. Jika ia berwudhu sebelum mandi, maka hal itu adalah lebih baik.
Masalah 463:
Setelah ia suci dari darah haidh, menceraikannya adalah sah dan suaminya bisa
melakukan senggama dengannya, meskipun ia belum melakukan mandi. Akan tetapi,
berdasarkan ihtiyath mustahab hendaknya ia tidak melakukan senggama
dengannya sebelum ia melakukan mandi. Adapun hal-hal lain yang diharamkan pada
saat ia haidh, seperti diam di masjid dan menyentuh tulisan Al-Qur’an adalah
haram baginya selama ia belum melakukan mandi.
Masalah 464:
Jika air tidak mencukupi mandi dan hanya cukup digunakan untuk berwudhu, maka ia
harus berwudhu dan sebagai ganti dari mandi ia harus bertayamum. Dan jika air
tidak cukup digunakan untuk keduanya, maka ia harus melakukan tayamum sebanyak
dua kali; satu tayamum sebagai ganti dari mandi dan satu lagi sebagai ganti dari
wudhu.
Masalah 465:
Shalat-shalat wajib harian yang tidak dikerjakannya pada saat haidh tidak harus
diqadha. Akan tetapi, ia harus mengqadha puasa-puasa wajibnya.
Masalah 466:
Ketika waktu shalat tiba dan ia mengetahui jika mengakhirkan shalat, darah
haidhnya akan keluar, maka ia harus segera mengerjakan shalat.
Masalah 467:
Jika ia mengakhirkan shalat dan dari awal waktu telah berlalu satu masa yang
dapat digunakannya untuk mengerjakan kewajiban-kewajiban satu shalat, lalu darah
haidhnya keluar, maka qadha shalat itu adalah wajib baginya. Akan tetapi, dalam
hal ini ia juga harus memperhatikan kondisi dirinya berkenaan dengan
cepat-lambatnya bacaan dan hal-hal yang lain. Contoh, bagi wanita yang tidak
musafir dan tidak mengerjakan shalat Zhuhur di awal waktunya, ia wajib untuk
mengqadhanya jika telah berlalu satu masa dari awal waktu Zhuhur yang dapat
digunakan untuk mengerjakan shalat empat rakaat dan darah haidhnya keluar, dan
bagi wanita musafir, berlalunya masa yang dapat digunakan untuk mengerjakan dua
rakaat shalat adalah cukup (untuk itu). Di samping itu, ia juga harus
memperhatikan syarat-syarat shalat yang belum disiapkannya. Dengan demikian,
jika telah berlalu satu masa yang dapat digunakannya untuk menyiapkan
syarat-syarat tersebut dan mengerjakan satu shalat, lalu darah haidhnya keluar,
maka mengqadhanya adalah wajib baginya, dan jika tidak, maka mengqadhanya adalah
tidak wajib.
Masalah 468:
Jika ia suci di akhir waktu shalat dan memiliki waktu yang cukup untuk melakukan
mandi, mempersiapkan mukadimah shalat, seperti menyiapkan pakaian atau
mencucinya dan mengerjakan satu rakaat shalat atau lebih, maka ia harus
mengerjakannya. Jika tidak, maka ia harus mengqadhanya.
Masalah 469:
Jika seorang wanita haidh tidak memiliki waktu untuk mengerjakan mandi, tetapi
ia dapat mengerjakan shalatnya tepat waktu dengan bertayamum, maka shalat itu
tidak wajib baginya. Akan tetapi, jika bukan karena sempitnya waktu kewajibannya
adalah tayamum, seperti air berbahaya baginya, maka ia harus melakukan tayamum
dan mengerjakan shalat tersebut. Dan jika ia tidak mengerjakannya, maka wajib ia
mengqadhanya.
Masalah 470:
Jika ia ragu setelah suci apakah memiliki waktu untuk mengerjakan shalat atau
tidak, maka wajib baginya untuk mengerjakannya.
Masalah 471:
Jika karena berpikir tidak memiliki waktu untuk menyiapkan mukadimah shalat dan
mengerjakan satu rakaat ia tidak mengerjakan shalat, dan akhirnya ia tahu bahwa
semestinya memiliki waktu untuk itu, maka ia harus mengqadha shalat tersebut.
Masalah 472:
Disunahkan bagi wanita yang sedang haidh ketika waktu shalat tiba untuk
membersihkan dirinya dari darah, mengganti kapas pembalut, berwudhu—jika tidak
bisa berwudhu, maka ia bertayamum—dan duduk di tempat shalatnya menghadap Kiblat
seraya menyibukkan diri dengan membaca zikir, doa dan shalawat.
Masalah 473:
Membaca dan membawa Al-Qur’an, menyentuh pinggiran halaman dan ruang pemisah
antara tulisannya, dan menggunakan pacar dan yang semisalnya adalah makruh bagi
wanita yang sedang haidh.
Klasifikasi Wanita Haidh
Masalah 474:
Wanita yang sedang menjalani haidh diklasifikasikan dalam enam klasifikasi:
Pertama,
wanita yang memiliki kebiasaan dari sisi waktu dan jumlah (hari haidh). Ia
melihat darah haidh dalam waktu dan jumlah hari yang sama selama dua bulan
berturut-turut. Contoh, ia melihat darah dari tanggal satu hingga tanggal tujuh
selama dua bulan berturut-turut.
Kedua,
wanita yang memiliki kebiasaan dari sisi waktu saja. Ia melihat darah haidh
dalam waktu tertentu saja selama dua bulan berturut-turut. Akan tetapi, jumlah
hari masa haidhnya tidak sama dalam kedua bulan itu. Contoh, selama dua bulan
berturut-turut ia melihat darah pada tanggal satu. Akan tetapi, di bulan pertama
ia suci pada tanggal tujuh dan di bulan kedua ia suci pada tanggal delapan.
Ketiga,
wanita yang memiliki kebiasaan dari sisi jumlah (hari haidh) saja. Ia melihat
darah haidh dalam jumlah hari yang sama selama dua bulan berturut-turut. Akan
tetapi, waktunya berbeda-beda. Contoh, di bulan pertama ia melihat darah dari
tanggal lima hingga tanggal sepuluh dan di bulan kedua ia melihat darah dari
tanggal dua belas hingga tanggal tujuh belas.
Keempat,
wanita mudhtharibah (bingung). Ia adalah seorang wanita yang telah melihat darah
beberapa bulan dan belum menemukan kebiasaan pasti, atau wanita yang
kebiasaannya hilang dan belum menemukan kebiasaan yang baru.
Kelima,
wanita mubtadi`ah (pemula). Ia adalah seorang wanita yang baru pertama kali
melihat darah haidh.
Keenam,
wanita yang lupa kebiasaan haidhnya.
Setiap
klasifikasi wanita tersebut memiliki hukum-hukum tersendiri yang akan dijelaskan
pada pembahasan-pembahasan berikut ini.
a. Wanita
yang Memiliki Kebiasaan dari Sisi Waktu dan Jumlah (Hari Haidh)
Masalah 475:
Wanita yang memiliki kebiasaan dari sisi waktu dan jumlah ( hari haidh)
diklasifikasikan dalam tiga klasifikasi:
a. Wanita yang
melihat darah dalam waktu tertentu dan suci dalam waktu tertentu juga selama dua
bulan berturut-turut. Contoh, ia melihat darah dari tanggal satu dan suci pada
tanggal tujuh selama dua bulan berturut-turut. Dengan demikian, kebiasaan
haidhnya dimulai dari tanggal satu hingga tanggal tujuh.
b. Wanita yang
darahnya tidak pernah berhenti. Akan tetapi, ia melihat darah yang memiliki
tanda-tanda haidh (di atas); kental, berwarna hitam, panas dan keluar dengan
tekanan disertai rasa perih dalam waktu tertentu selama dua bulan
berturut-turut. Contoh, darah yang memiliki tanda-tanda tersebut keluar dari
tanggal satu hingga tanggal delapan. Sementara itu, darah selebihnya memiliki
tanda-tanda istihadhah. Dengan demikian, kebiasaan haidhnya dimulai dari tanggal
satu hingga tanggal delapan.
c. Wanita yang
melihat darah dalam waktu tertentu selama dua bulan berturut-turut dan setelah
ia melihat darah selama tiga hari atau lebih, ia suci selama satu hari atau
lebih, lalu melihat darah lagi, serta jumlah keseluruhan hari ia melihat darah
dan masa suci itu tidak lebih dari sepuluh hari. Di samping itu, dalam kedua
bulan itu jumlah hari ia melihat darah dan masa sucinya adalah sama jumlahnya.
Kebiasaan wanita semacam ini adalah seluruh hari ia melihat darah dan masa
sucinya. Masa suci di pertengahan itu tidak harus sama jumlahnya dalam dua bulan
berturut-turut. Oleh karena itu, jika ia melihat darah pada bulan pertama dari
tanggal satu hingga tanggal tiga dan suci selama tiga hari, lalu melihat darah
lagi selama tiga hari (sehingga jumlah keseluruhannya adalah sembilan hari), dan
pada bulan kedua setelah melihat darah selama tiga hari, ia suci selama tiga
hari, kurang atau lebih dari tiga hari, lalu ia melihat darah lagi sehingga
jumlah seluruh hari ia melihat darah dan masa sucinya adalah sembilan hari, maka
jumlah keseluruhan hari itu adalah haidh dan kebiasaan haidhnya adalah sembilan
hari.
Masalah 476:
Wanita yang memiliki kebiasaan dari sisi waktu dan jumlah, jika ia melihat darah
pada waktu kebiasaannya atau dua-tiga hari lebih cepat dari kebiasaannya itu
sekiranya dikatakan bahwa ia lebih cepat cepat melihat darah (pada bulan ini),
dan begitu juga jika darahnya terlambat datang di hari-hari kebiasaannya
meskipun darah itu tidak memiliki tanda-tanda darah haidh, maka ia harus
melakukan hukum-hukum yang telah ditentukan bagi wanita haidh. Dan jika setelah
itu ia tahu bahwa darah itu bukanlah darah haidh, seperti jika ia suci sebelum
tiga hari berlalu, maka ia harus mengqadha ibadah-ibadah yang tidak
dikerjakannya (selama itu).
Masalah 475:
Wanita yang memiliki kebiasaan dari sisi waktu dan jumlah (hari haidh), jika ia
melihat darah beberapa hari sebelum kebiasaannya, di hari kebiasaannya dan
begitu juga beberapa hari setelah hari kebiasaannya berlalu, maka seluruh hari
(ia melihat darah) itu adalah haidh jika jumlah keseluruhannya tidak lebih dari
sepuluh hari. Jika jumlah keseluruhannya lebih dari sepuluh hari, maka hanya
darah yang keluar pada hari-hari kebiasaannya adalah haidh, sementara darah yang
keluar sebelum dan setelah hari kebiasaannya itu adalah darah istihadhah. Dengan
ini, ia harus mengqadha seluruh ibadah yang tidak dikerjakannya sebelum dan
sesudah hari kebiasaannya itu. Jika ia melihat darah selama hari kebiasaannya
dan beberapa hari sebelumnya, serta jumlah keseluruhan hari ia melihat darah itu
tidak lebih dari sepuluh hari, maka seluruhnya adalah haidh. Dan jika jumlah
keseluruhannya lebih dari sepuluh hari, maka hanya darah yang keluar pada hari
kebiasaannya adalah darah haidh dan darah yang keluar sebelum masa haidhnya itu
adalah darah istihadhah. Dengan demikian, jika ia tidak mengerjakan ibadah
selama hari-hari sebelum hari kebiasaannya itu, maka ia harus mengqadhanya. Jika
ia melihat darah pada hari kebiasaannya dan beberapa hari setelahnya, serta
jumlah keseluruhan hari ia melihat darah itu tidak lebih dari sepuluh hari, maka
keseluruhannya adalah darah haidh. Dan jika jumlah keseluruhannya lebih dari
sepuluh hari, maka hanya darah yang keluar pada hari kebiasaannya itu adalah
darah haidh dan selebihnya adalah darah istihadhah.
Masalah 478:
Wanita yang memiliki kebiasaan dari sisi waktu dan jumlah (hari haidh), jika ia
melihat darah di sebagian hari kebiasaannya dan beberapa hari sebelum hari
kebiasaannya, serta jumlah keseluruhan hari ia melihat darah tidak lebih dari
sepuluh hari, maka seluruh hari ia melihat darah itu adalah haidh. Jika jumlah
keseluruhan hari ia melihat darah itu lebih dari sepuluh hari, maka darah yang
keluar pada masa haidh dan beberapa hari sebelumnya yang jumlah keseluruhannya
adalah jumlah kebiasaan haidhnya adalah haidh, sementara darah yang keluar pada
hari-hari pertama (di luar masa haidh) itu adalah istihadhah. Jika ia melihat
darah di sebagian hari-hari kebiasaan dan beberapa hari setelahnya, serta jumlah
keseluruhan hari darah keluar tidak lebih dari sepuluh hari, maka seluruh hari
ia melihat darah itu adalah haidh. Dan jika jumlah keseluruhan hari itu lebih
dari sepuluh hari, maka ia harus menjadikan masa haidhnya sebanyak hari ia
melihat darah di kebiasaan dan beberapa hari setelahnya yang jumlah
keseluruhannya adalah seperti hari kebiasaannya, dan selebihnya adalah haidh.
Masalah 479:
Wanita yang memiliki kebiasaan, jika setelah tiga hari atau lebih melihat darah
ia suci, lalu darahnya keluar lagi sementara masa suci yang memisahkan antara
darah pertama dan darah kedua itu tidak lebih dari sepuluh hari dan jumlah
kesulurahan hari ia melihat darah dan masa suci itu adalah lebih dari sepuluh
hari, seperti ia melihat darah selama lima hari dan suci selama lima hari, lalu
melihat darah lagi selama lima hari, maka dalam kondisi terdapat
kemungkinan-kemungkinan berikut ini:
a. Seluruh atau
sebagian darah pertama itu keluar di hari-hari kebiasaannya dan darah kedua yang
dilihatnya setelah masa suci itu keluar di luar hari-hari kebiasaannya. Dalam
hal ini, ia harus menganggap seluruh darah pertama itu sebagai darah haidh dan
seluruh darah kedua itu sebagai darah istihadhah.
b. Darah
pertama keluar di luar hari-hari kebiasaannya dan seluruh darah kedua atau
sebagiannya keluar di hari-hari kebiasaannya. Dalam hal ini, ia harus menganggap
seluruh darah kedua sebagai darah haidh dan seluruh darah pertama sebagai darah
istihadhah.
c. Sebagian
darah pertama dan begitu juga sebagian darah kedua keluar di hari-hari
kebiasaannya. Sebagian darah pertama yang keluar di hari-hari kebiasaannya itu
tidak kurang dari tiga hari, dan dengan masa suci di pertengahan serta sebagian
darah kedua yang keluar di hari-hari kebiasaannya itu keseluruhannya tidak lebih
dari sepuluh hari. Dalam kondisi ini keseluruhannya adalah haidh, dan sebagian
darah pertama yang keluar sebelum hari-hari kebiasaannya dan sebagian darah
kedua yang keluar setelah hari-hari kebiasaannya adalah darah istihadhah.
Contoh, kebiasaan wanita itu adalah dari tanggal tiga hingga tanggal sepuluh.
Jika dalam satu bulah ia melihat darah dari tanggal satu hingga tanggal enam dan
ia suci selama dua hari, lalu ia melihat darah lagi setelah itu hingga tanggal
lima belas, maka tanggal tiga hingga tanggal sepuluh adalah masa haidhnya. Darah
yang keluar dari tanggal satu hingga tanggal tiga dan begitu juga darah yang
keluar dari tanggal sepuluh hingga tanggal lima belas adalah darah istihadhah.
d. Sebagian
dari darah pertama dan begitu juga darah kedua keluar di hari-hari kebiasaannya.
Akan tetapi, sebagian darah pertama yang keluar di hari-hari kebiasaannya itu
kurang dari tiga hari. Dalam kondisi ini ia harus meninggalkan segala yang
diharamkan bagi wanita haidh—seperti telah dijelaskan sebelumnya—selama ia
melihat darah dan dalam masa suci itu, kecuali ibadah-ibadah wajib. Berkenaan
dengan ibadah-ibadah ini ia harus mengerjakan kewajiban wanita mustahadhah.
Masalah 480:
Wanita yang memiliki kebiasaan dari sisi waktu dan jumlah (hari haidh), jika ia
tidak melihat darah pada waktu kebiasaannya dan melihat darah di luar hari
kebiasaannya sejumlah hari kebiasaannya, maka ia harus menganggapnya sebagai
masa haidhnya jika hal itu terjadi setelah waktu kebiasaannya, dan jika ia
melihat darah itu sebelum waktu kebiasaannya sekiranya tidak dikatakan secara
‘urf bahwa ia lebih cepat melihat darah haidh (pada bulan ini), dan darah
itu memiliki tanda-tanda darah haidh, maka ia menganggap darah itu sebagai darah
haidhnya. Jika darah itu tidak memiliki tanda-tanda darah haidh dan ia tidak
mengetahui darah itu akan terus keluar hingga tiga hari, maka selama tiga hari
itu ia harus meninggalkan hal-hal yang telah diharamkan bagi wanita haidh
kecuali ibadah-ibadah wajib yang harus dikerjakannya sesuai dengan hukum wanita
mustahadhah. Dan jika darah itu keluar terus hingga tiga hari, maka ia sedang
mangalami masa haidh.
Masalah 481:
Wanita yang memiliki kebiasaan dari sisi waktu dan jumlah (hari haidh), jika ia
melihat darah pada waktu kebiasaannya, tetapi jumlah harinya kurang atau lebih
dari kebiasaannya, lalu setelah suci ia melihat darah kembali sejumlah hari
kebiasaannya ia melihat darah haidh, maka berdasarkan ihtiyath wajib ia
harus meninggalkan hal-hal yang diharamkan bagi wanita haidh kecuali
ibadah-ibadah wajib yang harus dikerjakannya sesuai hukum wanita mustahadhah.
Masalah 482:
Wanita yang memiliki kebiasaan dari sisi waktu dan jumlah (hari haidh), jika ia
melihat darah lebih dari sepuluh hari, maka darah yang keluar pada hari
kebiasaannya itu adalah haidh meskipun ia tidak memiliki tanda-tanda darah haidh
dan darah yang keluar setelah hari kebiasaannya itu adalah darah istihadhah
meskipun ia memiliki tanda-tanda darah haidh. Contoh, kebiasaan wanita itu
adalah tanggal satu hingga tanggal tujuh. Jika ia melihat darah dari tanggal
satu hingga tanggal dua belas, maka tujuh hari pertama adalah masa haidhnya dan
lima hari berikutnya adalah istihadhah.
b. Wanita
yang Memiliki Kebiasaan dari Sisi Waktu
Masalah 483:
Wanita yang hanya memiliki kebiasaan dari sisi waktu haidh saja diklasifikaskan
dalam tiga klasifikasi:
a. Wanita yang
melihat darah selama dua bulan berturut-turut dalam waktu tertentu dan suci
setelah beberapa hari. Akan tetapi, jumlah harinya berbeda dalam dua bulan
tersebut. Contoh, ia melihat darah selama dua bulan berturut-turut dari tanggal
satu. Akan tetapi, pada bulan pertama ia suci pada tanggal tujuh dan pada bulan
kedua ia suci pada tanggal enam. Dalam hal ini ia harus menjadikan awal bulan
itu sebagai hari pertama kebiasaan haidhnya.
b. Wanita yang
tidak pernah suci dari darah. Akan tetapi, selama dua bulan berturut-turut
darahnya keluar pada waktu tertentu dan memiliki tanda-tanda darah haidh, yaitu
kental, berwarna hitam, panas dan keluar dengan tekanan dengan disertai rasa
perih, sementara darah selebihnya memiliki tanda-tanda darah istihadhah. Jumlah
hari untuk darah yang memiliki tanda-tanda darah haidh itu berbeda dalam dua
bulan itu. Contoh, pada bulan pertama darah yang memiliki tanda-tanda haidh
keluar dari tanggal satu hingga tanggal tujuh dan pada bulan kedua dari tanggal
satu hingga tanggal delapan, sementara darah selebihnya memiliki tanda-tanda
darah istihadhah. Dalam kondisi ini, ia harus menjadikan tanggal satu sebagai
hari pertama kebiasaan haidhnya.
c. Wanita yang
pada waktu tertentu selama dua bulan berturut-turut melihat darah haidh selama
tiga hari atau lebih, lalu ia suci, dan kemudian melihat darah kembali, serta
jumlah keseluruhan hari ia melihat darah dan masa suci itu tidak lebih dari
sepuluh hari. Akan tetapi, pada bulan kedua jumlah keseluruhan hari itu lebih
sedikit atau lebih banyak dari bulan pertama. Contoh, pada bulan pertama jumlah
keseluruhan hari itu adalah delapan hari dan pada bulan kedua berjumlah sembilan
hari. Dalam kondisi ini ia harus menjadikan tanggal satu sebagai hari pertama
kebiasaan haidhnya.
Masalah 484:
Wanita yang hanya memiliki kebiasaan dari sisi waktu, jika ia melihat darah pada
waktu kebiasaannya atau dua-tiga hari lebih cepat dari kebiasaannya sekiranya
dikatakan bahwa ia lebih cepat melihat darah (pada bulan ini), maka ia harus
melaksanakan kewajiban-kewajiban wanita haidh meskipun darah itu tidak memiliki
tanda-tanda darah haidh. Dan jika setelah itu ia mengetahui bahwa darah itu
bukanlah darah haidh, seperti jika ia telah suci sebelum tiga hari berlalu, maka
ia harus mengqadha seluruh ibadah yang tidak dikerjakannya (selama itu).
Masalah 485:
Wanita yang hanya memiliki kebiasaan dari sisi waktu, jika ia melihat darah
lebih dari sepuluh hari dan tidak dapat menentukan darah haidh melalui
tanda-tandanya, maka ia harus menjadikan kebiasaan keluarganya sebagai kebiasaan
bagi dirinya, baik mereka berasal dari jalur ayah maupun ibu, baik mereka masih
hidup maupun sudah meninggal dunia. Ia dapat menjadikan kebiasaan haidh mereka
sebagai kebiasaan bagi dirinya jika jumlah hari kebiasaan haidh mereka adalah
sama. Jika jumlah hari kebiasaan haidh mereka tidak sama, seperti kebiasaan
sebagian mereka adalah lima hari dan kebiasaan sebagian yang adalah tujuh hari,
maka ia tidak dapat menjadikan kebiasaan haidh mereka sebagai kebiasaan haidh
bagi dirinya, kecuali jika kebiasaan mereka yang berbeda dengan yang lain itu
sangat sedikit jumlahnya sehingga dianggap tidak ada. Dalam kondisi ini ia harus
menjadikan kebiasaan mayoritas mereka sebagai kebiasaan bagi dirinya.
Masalah 486:
Wanita yang hanya memiliki kebiasaan dari sisi waktu dan menjadikan kebiasaan
haidh keluarganya sebagai kebiasaan bagi dirinya harus menjadikan hari pertama
kebiasaannya pada setiap bulan sebagai hari pertama masa haidhnya. Contoh,
wanita yang melihat darah pada tanggal satu setiap bulan dan kadang-kadang ia
suci pada tanggal tujuh dan kadang-kadang pada tanggal delapan, jika pada suatu
bulan ia melihat darah selama dua belas hari dan kebiasaan keluarganya adalah
tujuh hari, maka ia harus menjadikan tujuh hari pertama bulan itu sebagai masa
haidh dan selebihnya sebagai masa istihadhah.
Masalah 487:
Wanita yang hanya memiliki kebiasaan dari sisi waktu dan harus menjadikan
kebiasaan haidh keluarganya sebagai kebiasaan haidh bagi dirinya, jika ia tidak
memiliki keluarga atau jumlah hari kebiasaan mereka tidak sama, maka berdasarkan
ihtiyath wajib ia harus menganggap tujuh hari dari sejak ia melihat darah
sebagai masa haidhnya dan selebihnya sebagai masa istihadhah.
c. Wanita
yang Hanya Memiliki Kebiasaan dari Sisi Jumlah
Masalah 488:
Wanita yang hanya memiliki kebiasaan dari sisi jumlah diklasifikasikan dalam
tiga klasifikasi:
a. Wanita yang
jumlah hari haidhnya adalah sama selama dua bulan berturut-turut, tetapi waktu
haidhnya berbeda. Dalam kondisi ini berapa hari pun ia melihat darah, jumlah
hari itu adalah hari kebiasaannya. Contoh, jika pada bulan pertama ia melihat
darah tanggal satu hingga tanggal lima dan pada bulan kedua dari tanggal sebelas
hingga tanggal lima belas, maka kebiasaannya adalah lima hari.
b. Wanita yang
tidak pernah suci dari darah. Akan tetapi, selama dua bulan berturut-turut darah
yang keluar itu memiliki tanda-tanda darah haidh selama beberapa hari dan
selebihnya memiliki tanda-tanda darah istihadhah, serta jumlah hari ketika darah
yang memiliki tanda-tanda darah haidh itu keluar adalah sama meskipun waktunya
berbeda. Dalam kondisi ini jumlah hari yang darahnya memiliki tanda-tanda darah
haidh adalah waktu kebiasaannya. Contoh, jika pada bulan pertama darah yang
memiliki tanda-tanda darah haidh keluar dari tanggal satu hingga tanggal lima
dan pada bulan kedua ia keluar dari tanggal sebelas hingga tanggal lima belas,
sementara darah selebihnya memiliki tanda-tanda darah istihadhah, maka jumlah
hari kebiasaannya adalah lima hari.
c. Wanita yang
selama dua bulan berturut-turut melihat darah sebanyak tiga hari atau lebih dan
suci selama satu hari atau lebih, lalu ia melihat darah lagi dan waktu keluarnya
darah pada bulan pertama berbeda dengan waktu keluarnya pada bulan kedua. Dengan
demikian, jika seluruh hari ia melihat darah dan masa suci itu tidak lebih dari
sepuluh hari, serta jumlah keseluruhan hari itu adalah sama, maka seluruh hari
ia melihat darah dan masa suci itu adalah hari kebiasaannya.
Masalah 489:
Wanita yang hanya memiliki kebiasaan dari sisi jumlah (hari haidh), jika ia
melihat darah lebih dari kebiasaannya dan lebih dari sepuluh hari, sekiranya
darah itu adalah sama (dari sisi tanda-tandanya), maka berdasarkan ihtiyath
wajib ia harus menjadikan masa haidhnya dari sejak darahnya keluar sejumlah
hari kebiasaannya, dan selebihnya adalah darah istihadhah. Jika darah yang
keluar itu tidak sama; dalam beberapa hari darahnya memiliki tanda-tanda haidh
dan dalam beberapa hari yang lain darahnya memiliki tanda-tanda istihadhah, maka
ia harus menjadikan darah yang memiliki tanda-tanda darah haidh itu sebagai
darah haidhnya jika ia sesuai dengan jumlah hari kebiasaannya, dan selebihnya
adalah darah istihadhah. Jika darah yang memiliki tanda-tanda darah haidh itu
lebih dari jumlah hari kebiasaannya, maka ia harus menjalani masa haidh sejumlah
hari kebiasaannya, dan selebihnya adalah darah istihadhah. Dan jika darah yang
memiliki tanda-tanda darah haidh itu keluar kurang dari jumlah hari
kebiasaannya, maka ia harus menganggap seluruh jumlah hari itu ditambah dengan
beberapa hari dimana darah keluar dengan tanda-tanda istihadhah sehingga jumlah
keseluruhannya sama dengan jumlah hari kebiasaannya sebagai masa haidhnya, dan
selebihnya adalah darah istihadhah.
d. Wanita
Mudhtharibah (Bingung)
Masalah 490:
Madhtharibah adalah wanita yang melihat darah beberapa bulan dan belum menemukan
kebiasaan yang pasti. Jika ia melihat darah lebih dari sepuluh hari dan darah
itu adalah sama (dari sisi tanda-tandanya), sekiranya kebiasaan keluarganya
adalah tujuh hari, maka ia harus menjalani masa haidh selama tujuh hari dan
selebihnya adalah darah istihadhah. Jika kebiasaan mereka kurang dari tujuh
hari, lima hari misalnya, maka ia harus menjadikan kebiasaan itu sebagai masa
haidhnya, dan berdasarkan ihtiyath wajib dalam dua hari perbedaan antara
kebiasaan mereka dan tujuh hari itu ia harus meninggalkan hal-hal yang telah
diharamkan bagi wanita haidh dan melakukan kewajiban-kewajiban wanita
mustahadhah. Yaitu ia harus melaksanakan ibadahnya sesuai dengan kewajiban
wanita mustahadhah. Begitu juga jika kebiasaan mereka lebih dari tujuh hari,
sembilan hari misalnya, maka ia harus menjadikan tujuh hari itu sebagai masa
haidhnya dan berdasarkan ihtiyath wajib dalam dua hari perbedaan antara
kebiasaan mereka dan tujuh hari itu ia harus melaksanakan kewajiban wanita
mustahadhah dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan bagi wanita haidh.
Masalah 491:
Jika wanita mudhtharibah melihat darah lebih dari sepuluh hari dimana sebagian
darah itu memiliki tanda-tanda darah haidh dan sebagian lagi memiliki
tanda-tanda istihadhah, sekiranya darah yang memiliki tanda-tanda darah haidh
itu tidak kurang dari tiga hari dan tidak lebih dari sepuluh hari, maka darah
itu adalah darah haidh dan darah yang memiliki tanda-tanda darah istihadhah itu
adalah darah istihadhah. Jika darah yang memiliki tanda-tanda darah haidh itu
kurang dari tiga hari, maka ia harus melihat kebiasaan keluarganya; jika
kebiasaan mereka adalah tujuh hari, maka ia harus menjalani masa haidh selama
tujuh hari dan selebihnya adalah darah istihadhah, dan jika kebiasaan mereka
kurang dari tujuh hari atau lebih, maka ia harus melaksanakan kewajiban sesuai
dengan yang telah dijelaskan pada masalah di atas. Yaitu ia harus menjadikan
kebiasaan mereka itu sebagai masa haidhnya dan hingga tujuh hari dan selebihnya
ia harus melaksanakan kewajiban sesuai dengan kewajiban yang telah dijelaskan
pada masalah di atas. Jika sebelum sepuluh hari berlalu dari keluarnya darah
yang memiliki tanda-tanda darah haidh ia melihat darah lagi yang juga memiliki
tanda-tanda darah haidh, seperti ia melihat darah yang berwarna hitam selama
lima hari dan melihat darah yang berwarna kuning selama sembilan hari, lalu
setelah itu ia melihat darah yang berwarna hitam lagi selama lima hari, maka ia
harus menjadikan darah pertama sebagai masa haidhnya dan untuk selanjutnya ia
harus melaksanakan kewajiban sesuai dengan masalah di atas hingga tujuh hari.
e.
Mubtadi`ah (Wanita Pemula)
Masalah 492:
Mubtadi`ah adalah wanita yang baru pertama kali melihat darah. Jika ia melihat
darah lebih dari sepuluh hari dan seluruh darahnya adalah sama (dari sisi
tanda-tandanya), maka ia harus menjadikan kebiasaan keluarganya—sebagaimana
telah dijelaskan dalam pembahasan wanita yang hanya memiliki kebiasaan dari sisi
waktu—sebagai kebiasaan haidh bagidirinya, dan selebihnya adalah darah
istihadhah.
Masalah 493:
Jika ia melihat darah lebih dari sepuluh hari dimana dalam beberapa hari darah
itu memiliki tanda-tanda darah haidh dan di hari-hari yang lain darah itu
memiliki tanda-tanda darah istihadhah, sekiranya darah yang memiliki tanda-tanda
darah haidh tidak kurang dari tiga hari dan tidak lebih dari sepuluh hari, maka
darah itu adalah darah haidh dan darah yang tidak memiliki tanda-tanda darah
haidh itu adalah darah istihadhah. Jika sebelum berlalunya sepuluh hari dari
keluarnya darah yang memiliki tanda-tanda haidh ia melihat darah lagi yang juga
memiliki tanda-tanda darah haidh, seperti ia melihat darah yang berwarna hitam
selama lima hari dan melihat darah yang berwarna kuning selama sembilan hari,
lalu setelah itu ia melihat darah yang berwarna hitam lagi selama lima hari,
maka dari semula ia harus mengangap darah pertama yang memiliki tanda-tanda
darah haidh itu sebagai darah haidh; berkenaan dengan jumlah hari haidhnya ia
harus melihat keluarganya, dan selebihnya adalah darah istihadhah.
Masalah 494:
Jika wanita mubtadi`ah melihat darah lebih dari sepuluh hari dimana dalam
beberapa hari itu darah tersebut memiliki tanda-tanda darah haidh dan dalam
beberapa hari yang lain ia memiliki tanda-tanda darah istihadhah, sekiranya
darah yang memiliki tanda-tanda darah haidh itu kurang dari tiga hari atau lebih
dari sepuluh hari, maka berdasarkan ihtiyath wajib ia harus memulai masa
haidhnya dari permulaan keluarnya darah yang memiliki tanda-tanda darah haidh,
dan untuk menentukan jumlah hari haidhnya ia harus merujuk kepada kebiasaan
keluarganya. Untuk darah selebihnya, ia menjadikannya sebagai darah istihadhah.
f. Nâsiyah
(Wanita yang Lupa Kebiasaan Haidhnya)
Masalah 495:
Nâsiyah adalah wanita yang lupa kebiasaan haidhnya. Jika ia melihat darah lebih
dari sepuluh hari, maka ia harus menganggap darah yang memiliki tanda-tanda
darah haidh sebagai masa haidhnya hingga sepuluh hari, dan selebihnya adalah
darah istihadhah. Jika ia tidak dapat menentukan masa haidhnya dengan perantara
tanda-tanda darahnya, maka ia harus menjadikan tujuh hari pertama sebagai masa
haidhnya dan selebihnya adalah darah istihadhah.
Masalah Tambahan
Masalah 496:
Jika mubtadi`ah, mudhtharibah, nâsiyah dan wanita yang hanya memiliki kebiasaan
dari sisi jumlah melihat darah yang memiliki tanda-tanda darah haidh atau mereka
yakin bahwa darah yang keluar itu akan berlanjut hingga tiga hari, maka mereka
harus meninggalkan ibadah (selama darah itu keluar). Jika mereka mengetahui
setelah itu bahwa darah itu bukanlah darah haidh, maka mereka harus mengqadha
ibadah-ibadah yang telah mereka tinggalkan itu. Akan tetapi, jika mereka tidak
yakin bahwa darah itu akan berlanjut hingga tiga hari dan ia tidak memiliki
tanda-tanda darah haidh, maka berdasarkan ihtiyath wajib mereka harus
mengerjakan kewajiban wanita mustahadhah dan meninggalkan hal-hal yang
diharamkan bagi wanita haidh, dan jika ternyata mereka belum suci dari darah itu
sebelum tiga hari, maka mereka harus menganggapnya sebagai darah haidh.
Masalah 497:
Jika wanita yang memiliki kebiasaan, baik dari sisi waktu saja, jumlah saja
maupun dari kedua sisi, melihat darah selama dua bulan berturut-turut berbeda
dengan kebiasaan sebelumnya sehingga waktu, jumlah hari atau waktu dan jumlah
hari haidhnya berubah, maka kebiasaannya telah berubah sesuai dengan kebiasaan
baru selama dua bulan ia melihat darah. Contoh, jika sebelumnya ia selalu
melihat darah pada tanggal satu dan suci pada tanggal tujuh, sekiranya (setelah
itu) ia melihat darah pada tanggal sepuluh dan suci pada tanggal tujuh belas
selama dua bulan berturut-turut, maka kebiasaannya telah berubah (dan kebiasaan
haidhnya dimulai) dari tanggal sepuluh hingga tanggal tujuh belas.
Masalah 498:
Maksud dari satu bulan adalah hari pertama ia melihat darah hingga tiga puluh
hari, bukan awal hingga akhir bulan.
Masalah 499:
Wanita yang biasanya melihat darah sebanyak sekali dalam sebulan, jika ia
melihat darah sebanyak dua kali dalam sebulan dan darah itu memiliki persyaratan
untuk dianggap sebagai darah haidh, sekiranya masa suci yang memisahkan antara
kedua darah itu tidak kurang dari sepuluh hari, maka ia harus menjadikan kedua
darah tersebut sebagai darah haidh.
Masalah 500:
Jika ia melihat darah yang memiliki tanda-tanda darah haidh selama tiga hari
atau lebih, lalu melihat darah yang memiliki tanda-tanda darah istihadhah selama
sepuluh hari atau lebih, dan setelah itu ia melihat darah lagi yang memiliki
tanda-tanda darah haidh selama tiga hari, maka ia harus menjadikan kedua darah
yang memiliki tanda-tanda darah haidh itu sebagai masa haidh.
Masalah 501:
Jika ia telah suci sebelum sepuluh hari dan yakin bahwa tidak ada darah yang
tersisa di dalam vaginanya, maka ia harus melakukan mandi untuk mengerjakan
ibadah-ibadahnya, meskipun ia menyangka bahwa sebelum sepuluh hari itu berlalu
darahnya akan keluar lagi. Akan tetapi, jika ia yakin bahwa sebelum sepuluh hari
itu berlalu ia akan melihat darah lagi, maka ia tidak boleh melakukan mandi dan
mengerjakan shalat, dan sebaliknya ia harus melaksanakan hukum-hukum wanita
haidh.
Masalah 502:
Jika ia telah suci sebelum sepuluh hari berlalu dan memberikan kemungkinan bahwa
darah masih ada di dalam vaginanya, maka ia harus memasukkan kapas ke dalam
vagina dan membiarkannya sebentar, lalu mengeluarkannya; jika ia telah
betul-betul suci, maka ia harus melakukan mandi dan mengerjakan
ibadah-ibadahnya, dan jika ia belum suci, sekalipun kapas itu hanya terolesi
oleh darah yang berwarna kuning, sekiranya ia tidak memiliki kebiasaan haidh
yang pasti atau kebiasaannya adalah sepuluh hari, maka ia harus menunggu: jika
ia telah betul-betul suci sebelum sepuluh hari usai, maka ia harus melakukan
mandi dan jika ia telah betul-betul suci pada hari kesepuluh atau darah itu
masih keluar meskipun sepuluh hari telah berlalu, maka ia harus mandi pada hari
kesepuluh. Dan jika kebiasaannya kurang dari sepuluh hari, sekiranya ia yakin
bahwa sebelum sepuluh hari itu usai atau pada hari kesepuluh ia akan suci, maka
ia tidak boleh melakukan mandi, dan jika ia memberikan kemungkinan bahwa
darahnya akan tetap ada (di dalam vagina) setelah sepuluh hari itu usai, maka
berdasarkan ihtiyath wajib ia harus meninggalkan ibadah hingga satu hari
berlalu dan setelah itu, ia dapat meniggalkan ibadah hingga sepuluh hari itu
usai. Akan tetapi, yang paling baik adalah hingga sepuluh hari itu hendaknya ia
meninggalkan hal-hal yang diharamkan bagi wanita haidh dan mengerjakan
kewajiban-kewajiban wanita mustahdhah. Dengan demikian, jika ia telah suci
sebelum sepuluh hari itu usai atau pada hari kesepuluh, maka seluruh darah yang
telah keluar itu adalah haidh, dan jika (darah itu masih berada di dalam vagina)
setelah sepuluh hari berlalu, maka ia harus menjadikan hari kebiasaannya sebagai
masa haidh dan selebihnya adalah darah istihadhah, dan ia harus mengqadha
ibadah-ibadah yang tidak dikerjakannya setelah hari kebiasaannya itu.
Masalah 503:
Jika seorang wanita menjadikan beberapa hari sebagai masa haidhnya dan
meninggalkan ibadah (pada hari-hari itu), dan setelah itu ia mengetahui bahwa
darah itu bukanlah darah haidh, maka ia harus mengqadha shalat dan puasa yang
tidak dikerjakannya pada hari-hari itu. Jika ia melakukan ibadah karena
menyangka bahwa darah yang keluar itu bukanlah darah haidh dan setelah itu ia
mengetahui bahwa darah itu adalah darah haidh, sekiranya pada hari-hari (darah
itu keluar) ia telah berpuasa, maka ia harus mengqadha puasanya.
|