Büyük Taklit Mercii
   Biografi
   Karya
   Hukum dan Fatwa
   Akidah
   Pesan-pesan
   Perpustakaan Fiqih
   Karya Putra Beliau
   Galeri

   E-Mail Listing:


 

PASAL XIII

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT

Masalah 1145: Ada dua belas hal yang dapat membatalkan shalat dan semua itu dinamakan mubthilât:

1. Hilangnya salah satu dari syarat-syarat (sahnya) shalat di pertengahan shalat, seperti pakaian dan tubuh nushalli najis di pertengahan shalat.

2. Terjadi satu hal yang dapat membatalkan wudhu di pertengahan shalat, baik secara sengaja, lupa maupun terpaksa, seperti keluar air kencing. Akan tetapi, mushalli yang tidak dapat menahan keluarnya air kencing atau air besar dan air kencing atau air besar itu keluar di pertengahan shalat, maka shalatnya tidak batal jika ia telah mengerjakan tata cara yang telah dijelaskan pada Bab Wudhu. Begitu juga, jika darah keluar dari seorang wanita mustahâdhah di pertengahan shalat, maka shalatnya adalah sah dengan syarat ia telah mengerjakan kewajiban (wanita yang sedang mengalami) darah istiâdhah.

Masalah 1146: Mushalli yang tanpa sengaja tertidur, jika ia tidak tahu apakah ia telah tertidur di pertengahan shalat atau setelah shalat usai, maka ia harus mengulangi shalatnya. Akan tetapi, jika ia tahu bahwa shalat sudah usai dan ragu apakah ia tertidur di pertengahan shalat atau setelah shalat usai, maka shalatnya adalah sah.

Masalah 1147: Jika mushalli tahu bahwa ia tidur tanpa sengaja dan ragu apakah hal itu terjadi setelah shalat usai atau di pertengahan shalat ia lupa kalau sedang mengerjakan shalat dan ia tidur, maka shalatnya adalah sah.

Masalah 1148: Jika di pertengahan sujud ia bangun dari tidurnya dan ragu apakah hal itu terjadi di dalam sujud terakhir shalat atau di dalam sujud syukur, maka ia harus mengulangi shalatnya.

3. Bersedekap seperti yang dilakukan oleh para pengikut selain mazhab Syi’ah.

Masalah 1149: Jika mushalli meletakkan kedua tangan satu di atas yang lainnya dengan tujuan melakukan tata krama (baca: penghormatan), maka berdasarkan ihtiyath wajib ia harus mengulangi shalatnya meskipun hal itu tidak seperti sedekap mereka. Akan tetapi, jika ia meletakkan kedua tangan satu di atas yang lain karena lupa, terpaksa, atau untuk tujuan lain, seperti menggaruk tangan dan semisalnya, maka hal itu tidak ada masalah.

4. Mengucapkan Amin setelah membaca al-Fatihah. Akan tetapi, jika mushalli mengucapkannya karena keliru atau atas dasar unsur taqiyah, maka shalatnya tidak batal.

5. Membelakangi Kiblat dan menghadap ke suatu arah (sekiranya Kiblat itu) berada di sebelah kanan atau kiri dirinya, baik dengan sengaja maupun lupa. Bahkan, jika ia sengaja menghadap ke suatu arah yang tidak bisa dianggap ia menghadap ke arah Kiblat, meskipun Kiblat itu tidak sampai berada di sisi kiri atau kanan dirinya, maka shalatnya adalah batal.

Masalah 1150: Jika ia sengaja atau lupa memutar kepala sekiranya ia dapat melihat apa yang ada di belakangnya, maka shalatnya adalah batal. Akan tetapi, jika ia hanya memutarnya sedikit, baik sengaja maupun tidak, maka shalatnya tidak batal.

6. Sengaja mengucapkan sebuah kata dan menggunakannya untuk mengungkapkan sebuah arti, baik satu huruf maupun lebih. Jika ia lupa mengucapkannya, maka shalatnya tidak batal.

Masalah 1151: Jika ia mengucapkan sebuah kata yang memiliki arti, seperti [Þö] dalam Bahasa Arab yang berarti “jagalah” dan ia mengetahui artinya serta ingin mengungkapkan arti tersebut (ingin supaya arti kata itu terwujud—pen.), maka shalatnya adalah batal. Akan tetapi, jika ia tidak ingin mengungkapkan arti tersebut, maka shalatnya tidak batal meskipun ia memahami artinya. Jika sebuah kata tidak memiliki arti dan ia tidak menggunakannya untuk mengungkapkan sebuah arti, serta kata itu tersusun dari dua huruf atau lebih, maka dalam dua kondisi ini, mengucapkannya—berdasarkan ihtiyath wajib—dapat membatalkan shalat.

Masalah 1152: Bersin, glegekan, dan suara keluhan di pertengahan shalat tidak membatalkan shalat. Akan tetapi, mengucapkan “oh” dan semisalnya yang tersusun dari dua huruf dapat membatalkan shalat jika ia mengucapkannya dengan sengaja.

Masalah 1153: Jika ia mengucapkan sebuah kata dengan tujuan membaca zikir, seperti mengucapkan “Allôhu Akbar” dan ketika mengucapkannya, ia mengeraskan suaranya supaya dapat memahamkan sesuatu kepada orang lain, maka hal itu tidak ada masalah. Akan tetapi, jika ia mengucapkannya dengan tujuan untuk memahamkan sesuatu kepada orang lain, meskipun ia juga berniat untuk membaca zikir, maka shalatnya adalah batal.

Masalah 1154: Tidak ada masalah membaca Al-Qur’an selain empat surah yang memiliki ayat sajdah—sebagaimana hal itu telah dijelaskan di pembahasan Hukum-hukum Janabah—dan berdoa di dalam shalat. Akan tetapi, berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya semua itu dibaca dengan menggunakan Bahasa Arab.

Masalah 1155: Jika ia sengaja atau atas dasar unsur ihtiyath membaca al-Fatihah, surah, dan zikir-zikir shalat beberapa kali, maka hal itu tidak ada masalah. Akan tetapi, jika ia membacanya beberapa kali karena unsur waswas, maka shalatnya adalah batal.

Masalah 1156: Dalam kondisi shalat, mushalli tidak boleh mengucapkan salam kepada orang lain. Jika orang lain mengucapkan salam kepadanya, maka ketika menjawabnya, ia harus mengucapkan kata salam terlebih dahulu, seperti mengucapkan [ÇóáÓøóáÇóãõ Úóáóíúßõãú] atau [ÓóáÇóãñ Úóáóíúßõãú], dan tidak boleh ia mengucapkan [Úóáóíúßõãõ ÇáÓøóáÇóãõ].

Masalah 1157: Seseorang harus menjawab salam secara langsung, baik ia dalam kondisi shalat maupun tidak. Jika ia sengaja atau lupa tidak menjawab salam hingga berlalu beberapa saat di mana ketika ia ingin menjawabnya, jawaban itu tidak dihitung sebagai jawaban atas salam tersebut, maka ia tidak boleh menjawabnya selama masih dalam kondisi shalat dan tidak wajib menjawabnya di luar kondisi shalat.

Masalah 1158: Ia harus menjawab salam sedemikian rupa sekiranya orang yang mengucapkan salam mendengar jawabannya. Jika orang yang mengucapkan salam itu adalah tuli, maka dengan mengeraskan suara atau isyarat ia harus menjawab salamnya sehingga ia mendengar atau memahami jawaban salamnya.

Masalah 1159: Mushalli harus menjawab salam tersebut dengan niat menjawab salam, bukan dengan niat doa.

Masalah 1160: Jika wanita, pria yang bukan muhrim, atau anak kecil yang sudah mumayyiz (yang bisa memahami baik dan buruk) mengucapkan salam kepada seorang mushalli, ia dapat menjawab salamnya, dan sebaiknya, ia menjawabnya dengan niat doa.

Masalah 1161: Jika mushalli tidak menjawab salam, maka ia telah bermaksiat. Akan tetapi, shalatnya adalah sah.

Masalah 1162: Jika seseorang mengucapkan salam kepada mushalli dengan salam yang salah sehingga salam itu tidak terhitung sebagai salam, maka tidak wajib ia menjawab salamnya. Dan jika salam itu terhitung sebagai salam, maka wajib ia menjawab salamnya, dan sebaiknya, ia menjawab salamnya dengan niat doa.

Masalah 1163: Tidak wajib menjawab salam seseorang yang mengucapkan salam dengan tujuan mengolok-olok atau bergurau. Berdasarkan ihtiyath wajib, dalam menjawab salam yang diucapkan oleh pria dan wanita non-Muslim yang termasuk dalam golongan ahl adz-dzimmah,[1] kita harus mengucapkan [Úóáóíúß].

Masalah 1164: Jika seseorang mengucapkan salam kepada sekelompok orang, maka menjawab salam atas mereka semua adalah wajib. Akan tetapi, jika salah seorang dari mereka telah menjawabnya, maka hal itu sudah cukup.

Masalah 1165: Jika seseorang mengucapkan salam kepada sekelompok orang dan seseorang yang tidak dimaksud oleh pengucap salam dengan salamnya telah menjawab salamnya, maka menjawab salamnya atas mereka adalah masih wajib.

Masalah 1166: Jika seseorang mengucapkan salam kepada sekelompok orang dan salah seorang dari mereka yang sedang mengerjakan shalat ragu apakah pengucap salam itu juga mengucapkan salam kepada dirinya atau tidak, maka tidak boleh ia menjawabnya. Begitu juga jika ia tahu bahwa pengucap salam itu juga menginginkan dirinya, tetapi orang lain telah menjawab salamnya. Adapun jika ia tahu bahwa pengucap salam juga menginginkan dirinya dan orang lain belum menjawab salamnya, maka ia harus menjawab salamnya.

Masalah 1167: Mengucapkan salam adalah sunah, dan sangat dianjurkan agar pengendara mengucapkan salam kepada pejalan kaki, orang yang berdiri mengucapkan salam kepada orang yang duduk, dan orang yang lebih muda mengucapkan salam kepada orang yang lebih tua.

Masalah 1168: Jika dua orang saling mengucapkan salam kepada yang lainnya, maka wajib bagi mereka berdua masing-masing untuk menjawab salam.

Masalah 1169: Di selain shalat, disunahkan kita menjawab salam lebih baik dari salam itu sendiri. Contoh, jika seseorang mengucapkan [ÓóáÇóãñ Úóáóíúßõãú], maka kita menjawabnya dengan [ÓóáÇóãñ Úóáóíúßõãú æó ÑóÍúãóÉõ Çááåö].

7. Tertawa yang disertai dengan suara dan “irama” (madd wa tarjî’). Begitu juga—berdasarkan ihtiyath wajib—segala jenis tertawa yang disertai dengan suara jika dilakukan dengan sengaja. Apabila mushalli—karena lupa—tertawa dengan disertai suara yang dapat menghilangkan bentuk lahiriah shalat, maka shalatnya adalah batal. Akan tetapi, tersenyum tidak membatalkan shalat.

Masalah 1170: Jika untuk menahan suara tertawa kondisi tubuhnya berubah, seperti wajahnya memerah, dan perubahannya sangat parah sehingga ia keluar dari kondisi seorang mushalli, maka shalatnya adalah batal.

8. Sengaja menangis dengan disertai suara demi urusan dunia. Dan berdasarkan ihtiyath wajib, mushalli juga tidak boleh menangis demi urusan dunia meskipun tidak disertai dengan suara. Akan tetapi, jika ia menangis karena takut kepada Allah atau demi urusan akhirat, baik dengan disertai suara atau tidak, maka hal itu tidak ada masalah. Bahkan, ia termasuk amalan yang terbaik.

9. Segala tindakan yang dapat menghilangkan bentuk lahiriah shalat, seperti bertepuk tangan, menari, meloncat ke udara, dan lain sebagainya, baik sedikit maupun banyak, dengan sengaja maupun lupa. Akan tetapi, tindakan yang tidak menghilangkan bentuk lahiriah shalat, seperti mengisyaratkan dengan tangan, tidak membatalkan shalat.

Masalah 1171: Jika mushalli diam (tidak membaca bacaan apa pun—pen.) di pertengahan shalat sehingga ia keluar dari kondisi seorang mushalli, maka shalatnya adalah batal.

Masalah 1172: Jika ia melakukan suatu tindakan atau diam beberapa saat di pertengahan shalat dan ragu apakah bentuk lahiriah shalat sudah hilang atau belum, maka shalatnya adalah sah.

10. Makan dan minum. Jika mushalli makan atau minum sedemikian rupa sehingga bentuk lahiriah shalat hilang, maka shalatnya adalah batal. Bahkan, jika bentuk lahiriah shalat tidak hilang sekalipun, maka—berdasarkan ihtiyath wajib—shalatnya adalah batal.

Masalah 1173: Jika di pertengahan shalat mushalli menelan makanan yang tersisa di mulut atau di selah-selah gigi, maka hal itu tidak membatalkan shalat. Akan tetapi, jika gula batu, gula pasir, dan yang semisalnya tersisa di mulut dan ia (membiarkannya) dengan tujuan supaya gula itu mencair dan kemudian menelannya, maka shalatnya adalah batal.

11. Ragu tentang rakaat shalat dalam shalat-shalat yang berjumlah dua rakaat, tiga rakaat, atau dalam dua rakaat pertama untuk shalat-shalat yang berjumlah empat rakaat.

12. Menambah atau mengurangi rukun shalat, baik secara sengaja maupun lupa dan sengaja menambah atau mengurangi kewajiban shalat selain rukun.

Masalah 1174: Jika setelah shalat usai mushalli ragu apakah di pertengahan shalat ia telah melakukan sesuatu yang dapat membatalkan shalat atau tidak, maka shalatnya adalah sah.


[1] Ahl adz-dzimmah adalah para pengikut selain agama Islam yang hidup di bawah perlindungan pemerintahan Islam dan mereka siap mengikuti seluruh undang-undang dan peraturan yang telah ditentukan oleh pemerintahan Islam—pen.