PASAL XXV
MENYEWA ORANG LAIN UNTUK MENGERJAKAN SHALAT
Masalah 1600:
Setelah seseorang meninggal dunia, kita dapat menyewa
seseorang dengan memberikan upah untuk mengerjakan seluruh shalat dan
ibadah-ibadah lainnya yang tidak dia kerjakan selama hidupnya, dan jika
seseorang mengerjakan itu semua tanpa bayaran sekalipun, maka hal itu adalah sah.
Masalah 1601:
Seseorang dapat menyewakan dirinya bagi orang-orang yang masih hidup untuk
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang sunah, seperti berziarah ke makam
Rasulullah saw dan para imam ma‘shum as, dan begitu juga ia dapat melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang sunah dan menghadiahkan pahalanya kepada orang-orang
yang sudah meninggal dunia atau yang masih hidup.
Masalah 1602:
Ketika berniat, seseorang yang disewa harus menentukan mayitnya, dan tidak wajib
ia mengetahui namanya. Dengan demikian, jika ia berniat, “Aku mengerjakan shalat
untuk orang yang telah menyewaku,” maka hal itu sudah cukup.
Masalah 1603:
Seseorang yang telah disewa harus mengasumsikan dirinya sebagai mayit dan
mengqadha ibadah-ibadahnya atas namanya. Jika ia melakukan semua itu (dengan
niat untuk dirinya sendiri) dan menghadiahkan pahalanya kepada mayit tersebut,
maka hal itu tidak cukup.
Masalah 1604:
Seseorang yang menyewa orang lain untuk mengerjakan shalat-shalat seorang mayit,
jika ia tahu bahwa orang itu tidak mengerjakan shalat-shalat tersebut atau
mengerjakannya dengan salah, maka ia harus menyewa orang lain lagi.
Masalah 1605:
Ketika ia ragu apakah orang yang disewa itu telah mengerjakannya atau tidak,
maka ia harus menyewa orang lain lagi, meskipun orang tersebut mengatakan telah
mengerjakannya. Akan tetapi, jika ia ragu apakah orang itu telah mengerjakannya
dengan betul atau tidak, maka tidak wajib ia menyewa orang lain lagi.
Masalah 1606:
Seseorang yang memiliki uzur, seperti ia mengerjakan shalat dengan bertayamum
atau mengerjakannya dalam kondisi duduk, tidak dapat disewa untuk mengerjakan
shalat-shalat seorang mayit, meskipun shalat-shalat mayit yang telah terqadha
itu harus mayit kerjakan—selama ia masih hidup—dalam kondisi seperti itu juga.
Masalah 1607:
Seorang pria dapat disewa untuk mayit wanita dan begitu juga, seorang wanita
dapat disewa untuk mayit pria. Dalam membaca bacaan shalat dengan keras atau
pelan, mereka harus mengerjakan tugasnya masing-masing.
Masalah 1608:
Jika kita mengetahui urutan shalat-shalat qadha mayit, maka shalat itu harus
dikerjakan secara berurutan dan jika kita tidak mengetahui urutannya, maka tidak
wajib kita memperhatikan urutannya. Akan tetapi, berkenaan dengan shalat Zhuhur
dan ‘Ashar serta Maghrib dan Isya’ dalam satu hari, urutannya harus diperhatikan.
Masalah 1609:
Jika kita tidak mensyaratkan kepada orang yang disewa untuk mengerjakan shalat
dengan sunah-sunahnya dalam kadar tertentu, maka ia harus mengerjakan
sunah-sunah shalat yang biasa dilakukan.
Masalah 1610:
Jika kita menyewa beberapa orang untuk mengerjakan qadha shalat seorang mayit
dan kita mengetahui urutan shalat-shalat qadhanya, maka berdasarkan ihtiyâth
wajib kita harus menentukan waktu tertentu untuk melaksanakannya bagi
masing-masing mereka. Misal, jika kita telah menentukan bagi salah seorang dari
mereka untuk melakukan qadha dimulai dari shalat Shubuh hingga Zhuhur, maka kita
harus menentukan bagi yang lain untuk melakukan qadha dimulai dari shalat Zhuhur
hingga malam. Begitu juga, kita harus menentukan shalat apa yang harus mereka
mulai terlebih dahulu dalam setiap kalinya. Misal, kita tentukan untuk
mengerjakan shalat Shubuh, Zhuhur, atau ‘Ashar pertama kali. Demikian juga, kita
harus mengadakan kesepakatan dengan mereka—dalam setiap kalinya—untuk memulai
shalat-shalat sehari-semalam penuh dari permulaan.
Masalah 1611:
Selama orang yang disewa belum mengerjakan shalat-shalat tersebut, pundak mayit
masih memiliki tanggung jawab. Atas dasar ini, jika ia meninggal dunia dan kita
masih memberikan kemungkinan bahwa ia belum mengerjakan shalat-shalat tersebut,
maka kita harus menyewa orang lain lagi untuk mengerjakan shalat-shalat tersebut.
Masalah 1612:
Seseorang yang telah kita sewa untuk mengerjakan shalat-shalat mayit, jika ia
meninggal dunia sebelum menyempurnakan shalat-shalat tersebut dan ia telah
mengambil seluruh ongkos sewanya, dalam hal ini apabila kita telah mensyaratkan
supaya ia sendiri yang harus mengerjakan shalat-shalat tersebut, maka
keluarganya harus mengembalikan ongkas sisa shalat yang belum dikerjakannya itu
kepada wali mayit dengan menggunakan harta peninggalannya. Misal, jika ia belum
mengerjakan setengahnya, maka keluarganya harus mengembalikan setengah uang yang
telah diambilnya kepada wali mayit dengan memungut dari harta peninggalannya.
Dan apabila kita tidak mensyaratkan demikian, maka ahli warisnya harus menyewa
orang lain dengan menggunakan harta warisnya. Adapun jika ia tidak memiliki
harta peninggalan sama sekali, maka ahli warisnya tidak memiliki kewajiban apa
pun. Akan tetapi, yang lebih baik adalah hendaknya mereka melunasi utang mayit
tersebut.
Masalah 1613:
Jika orang yang telah disewa meninggal dunia sebelum menyempurnakan
shalat-shalat qadha mayit dan ia sendiri juga memiliki shalat qadha, maka
keluarganya harus menyewa orang untuk menyempurnakan shalat tersebut dengan
menggunakan harta peninggalannya. Jika (setelah itu) harta peninggalannya masih
tersisa, dalam hal ini apabila ia berwasiat (untuk mengqadha shalat-shalat qadha
yang dimilikinya) dan ahli waris merestui, maka mereka harus menyewa orang lain
untuk mengqadha shalat-shalatnya, dan apabila ahli waris tidak merestu hal itu,
maka mereka harus menggunakan sepertiga hartanya untuk mengqadha
shalat-shalatnya tersebut.
|