Hukum Puasa Qadha
Masalah 1746: Jika orang yang gila
telah berakal, maka tidak wajib ia mengqadha seluruh puasa (yang tidak
dikerjakannya) pada saat ia gila.
Masalah 1747: Jika orang kafir
menjadi muslim, maka tidak wajib ia mengqadha seluruh puasa (yang telah
ditinggalkannya) pada saat ia kafir. Begitu juga tidak wajib ia mengqadha puasa
untuk hari di mana ia menjadi muslim. Akan tetapi, jika ia menjadi muslim
sebelum Zhuhur tiba dan ia belum melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa,
maka berdasarkan ihtiyâth wajib ia harus berniat untuk berpuasa, dan jika
ia tidak mengerjakan puasa pada hari itu, maka berdasarkan ihtiyâth wajib
ia harus mengqadhanya. Akan tetapi, jika orang murtad menjadi muslim, maka ia
harus mengqadha seluruh puasa (yang tidak dikerjakannya) pada saat ia murtad.
Masalah 1748: Seseorang yang tidak
melakukan puasa karena mabuk, ia harus mengqadhanya, dan tidak berbeda apakah
bahan yang memabukkan itu digunakan untuk berobat atau ia menenggaknya tanpa ada
alasan.
Masalah 1749: Jika seseorang ragu
tentang jumlah puasa yang tidak dikerjakannya dan ia harus mengqadhanya, maka ia
harus mengqadha sejumlah hari yang ia yakin tidak berpuasa. Misal, jika ia ragu
apakah memiliki qadha puasa sebanyak lima hari atau tujuh hari, maka ia harus
mengqadha sebanyak lima hari. Iya, jika ia tahu waktu terjadinya uzur, akan
tetapi ia tidak tahu uzur itu berlanjut sampai berapa hari, seperti ia tahu
bahwa pada tanggal 20 Ramadhan ia sakit atau mengadakan bepergian dan ia tidak
tahu apakah uzur itu berlanjut hingga tanggal 25 atau 27, maka berdasarkan
ihtiyâth wajib ia harus mengqadha kadar maksimalnya.
Masalah 1750: Jika seseorang memiliki
qadha puasa untuk beberapa bulan Ramadhan, maka tidak masalah ia mendahulukan
qadha bulan Ramadhan yang mana saja. Akan tetapi, jika waktu pelaksanaan qadha
puasa bulan Ramadhan yang terakhir sudah sempit, seperti ia memiliki qadha
sebanyak lima hari untuk bulan Ramadhan yang terakhir dan hanya tersisa waktu
lima hari menjelang Ramadhan tahun ini, maka ia harus mengqadha puasa bulan
Ramadhan yang terakhir.
Masalah 1751: Jika ia memiliki
kewajiban mengqadha puasa untuk beberapa bulan Ramadhan dan di dalam niat ia
tidak menentukan puasa yang sedang dijalankannya itu untuk bulan yang mana, maka
puasa itu dihitung sebagai puasa tahun pertama.
Masalah 1752: Seseorang yang sedang
mengerjakan qadha puasa bulan Ramadhan, jika waktu qadha puasanya tidak sempit,
maka sebelum Zhuhur ia dapat membatalkan puasanya.
Masalah 1753: Jika ia sedang
mengerjakan puasa qadha untuk orang lain, maka berdasarkan ihtiyâth wajib,
setelah Zhuhur ia jangan membatalkan puasanya.
Masalah 1754: Jika seseorang tidak
berpuasa karena sakit, haidh, atau nifas dan ia meninggal dunia sebelum bulan
Ramadhan itu usai, maka tidak wajib bagi keluarganya untuk mengqadha puasanya.
Masalah 1755: Jika seseorang tidak
berpuasa karena suatu penyakit dan penyakitnya berlanjut hingga bulan Ramadhan
tahun berikutnya, maka tidak wajib ia mengqadha seluruh puasa yang telah
ditinggalkannya dan—(sebagai gantinya)—ia harus memberikan makanan, seperti
gandum, jou, dan sejenisnya kepada orang fakir sebanyak 1 mud untuk setiap
harinya. Akan tetapi, jika ia tidak berpuasa karena uzur yang lain, seperti ia
tidak berpuasa karena bepergian dan uzurnya berlanjut hingga bulan Ramadhan
berikutnya, maka ia harus mengqadha seluruh puasa yang telah ditinggalkannya dan
berdasarkan ihtiyâth wajib, ia (juga) harus memberikan makanan kepada
orang fakir sebanyak 1 mud untuk setiap harinya.
Masalah 1756: Jika ia tidak berpuasa
karena suatu pernyakit dan penyakitnya sembuh setelah bulan Ramadhan usai,
tetapi ia menemukan uzur baru sehingga ia tidak dapat mengqadha puasanya hingga
bulan Ramadhan tahun berikut datang, maka ia masih wajib mengqadha seluruh puasa
yang telah ditinggalkannya. Begitu juga jika ia memiliki uzur selain sakit pada
bulan Ramadhan dan setelah bulan Ramadhan uzur itu hilang, lalu ia tidak dapat
mengerjakan puasa hingga Ramadhan tahun berikut karena suatu penyakit, maka ia
masih harus mengqadha seluruh puasa yang telah ditinggalkannya dan berdasarkan
ihtiyâth wajib, ia (juga) harus memberikan makanan kepada orang fakir
sebanyak 1 mud untuk setiap harinya.
Masalah 1757: Jika ia tidak berpuasa
pada bulan Ramadhan karena sebuah uzur dan setelah bulan Ramadhan uzurnya hilang,
serta ia sengaja tidak mengqadhanya hingga bulan Ramadhan tahun berikutnya, maka
ia masih harus mengqadhanya dan juga memberikan makanan kepada orang fakir
sebanyak 1 mud untuk setiap harinya.
Masalah 1758: Jika ia teledor dalam
melakukan qadha puasa sehingga waktu pelaksanaannya sempit dan dalam sempitnya
waktu itu ia memiliki uzur, maka ia harus mengqadha puasa tersebut pada tahun
berikutnya dan memberikan makanan kepada orang fakir sebanyak 1 mud untuk setiap
harinya. Bahkan, ketika masih memiliki uzur ia mengambil keputusan untuk
mengqadha puasa setelah uzurnya sirna dan dalam sempitnya waktu (pelaksanaan
qadha) ia menemukan uzur (baru), maka ia harus mengqadhanya dan berdasarkan
ihtiyâth mustahab, hendaknya ia memberikan makanan kepada orang fakir
sebanyak 1 mud untuk setiap harinya.
Masalah 1759: Seseorang yang memiliki
penyakit berkelanjutan hingga beberapa tahun, jika setelah sembuh ia memiliki
waktu (cukup) hingga bulan Ramadhan mendatang untuk mengqadha puasa, maka ia
harus mengqadha puasa bulan Ramadhan yang terakhir dan untuk tahun-tahun
sebelumnya ia harus memberikan makanan kepada orang fakir sebanyak 1 mud untuk
setiap harinya.
Masalah 1760: Seseorang yang harus
memberikan makanan kepada orang fakir sebanyak 1 mud untuk setiap harinya, ia
dapat memberikan kafarah beberapa hari puasa tersebut kepada satu orang fakir.
Masalah 1761: Jika ia tidak menunda
qadha puasa hingga beberapa tahun, maka tetap ia harus mengqadhanya dan
memberikan makanan kepada orang fakir sebanyak 1 mud untuk setiap harinya.
Masalah 1762: Jika ia sengaja tidak
berpuasa pada bulan Ramadha, maka ia harus mengqadhanya dan untuk (kafarah)
setiap harinya ia harus berpuasa selama dua bulan, memberi makanan kepada enam
puluh orang fakir, atau membebaskan satu orang budak. Dan jika ia tidak
mengqadhanya hingga bulan Ramadhan tahun berikut tiba, maka ia juga harus
memberikan makanan sebanyak 1 mud.
Masalah 1763: Setelah seorang ayah
meninggal dunia, anak lelaki terbesar harus melakukan qadha shalat dan puasa
ayahnya, seperti penjelasan yang telah dipaparkan pada pembahasan shalat qadha,
dan berdasarkan ihtiyâth wajib, ia juga harus mengerjakan puasa qadha
ibunya.
Masalah 1764: Jika seorang ayah yang
telah meninggal dunia memiliki qadha puasa yang wajib lainnya selain puasa bulan
Ramadhan, seperti ia tidak mengerjakan puasa nazar, maka berdasarkan ihtiyâth
wajib anak lelaki terbesar juga harus mengqadhanya.
|