Hukum Puasa Musafir
Masalah 1765: Musafir yang harus
mengqashar shalatnya yang berjumlah empat rakaat menjadi dua rakaat tidak boleh
berpuasa selama berada dalam perjalanan dan musafir yang mengerjakan shalat
secara sempurna, seperti orang yang berprofesi melakukan perjalanan atau orang
yang melakukan perjalanan maksiat, harus berpuasa selama ia berada dalam
perjalanan.
Masalah 1766: Tidak ada masalah
melakukan perjalanan dalam bulan Ramadhan. Akan tetapi, jika perjalanan itu
dilakukan untuk melarikan diri dari puasa, maka hal itu adalah makruh.
Masalah 1767: Jika seseorang memiliki
kewajiban puasa yang tertentu waktunya selain puasa bulan Ramadhan, seperti ia
bernazar untuk berpuasa pada suatu hari tertentu, maka ia dapat melakukan
perjalanan pada hari itu. Begitu juga, di dalam sempitnya waktu (qadha), apabila
ia memiliki qadha puasa bulan Ramadhan, (maka ia masih dapat melakukan
perjalanan).
Masalah 1768: Jika ia bernazar untuk
berpuasa dan ia tidak menentukan harinya, ia tidak dapat melakukan puasa nazar
itu selama ia berada di dalam perjalanan. Akan tetapi, jika ia bernazar untuk
berpuasa pada hari tertentu dalam pernjalanan, maka ia harus melakukannya dalam
perjalanan. Begitu juga jika ia bernazar pada hari tertentu, baik ia adalah
musafir (pada hari itu) atau tidak, maka ia harus berpuasa pada hari itu
meskipun ia berada dalam perjalanan.
Masalah 1769: Untuk memohon sebuah
hajat, seorang musafir dapat melakukan puasa sunah di Madinah selama tiga hari,
dan berdasarkan ihtiyâth, hendaknya puasa sunah itu dikerjakan secara
berkesinambungan dan pada hari Rabu, Kamis, dan Jumat.
Masalah 1770: Seseorang yang tidak
tahu bahwa puasa seorang musafir adalah batal, jika ia berpuasa di dalam
perjalanan dan di pertengahan hari ia baru mengetahui hal itu, maka puasanya
adalah batal, dan jika ia tidak tahu hal itu hingga waktu Maghrib tiba, maka
puasanya adalah sah.
Masalah 1771: Jika seseorang lupa
kalau sedang dalam perjalanan atau ia lupa bahwa puasa seorang musafir adalah
batal dan ia berpuasa di perjalanan, maka puasanya adalah batal.
Masalah 1772: Jika orang yang
berpuasa melakukan perjalanan setelah Zhuhur, maka ia harus menyempurnakan
puasanya, dan jika ia melakukan perjalanan sebelum Zhuhur, maka ia harus
membatalkan puasanya ketika ia telah sampai di haddut tarakhkhush, yaitu
ia sampai di suatu tempat di mana ia tidak dapat melihat tembok kota dan tidak
mendengar suara azan lagi. Jika ia telah membatalkan puasanya sebelum itu, maka
berdasarkan ihtiyâth wajib ia harus membayar kafarah.
Masalah 1773: Jika seorang musafir
sampai di tempat tinggalnya atau di tempat yang ia ingin tinggal selama sepuluh
hari sebelum Zhuhur, dalam hal ini apabila ia belum melakukan sesuatu yang dapat
membatalkan puasa, maka ia harus berpuasa pada hari itu. Dan apabila ia telah
melakukannya atau ia sampai di tempat tinggalnya atau di tempat yang ia ingin
tinggal selama sepuluh hari setelah Zhuhur, maka tidak boleh ia berpuasa pada
hari itu.
Masalah 1774: Makruh bagi musafir dan
orang yang memiliki uzur untuk tidak berpuasa melakukan senggama, makan kenyang,
dan minum puas di siang hari bulan Ramadhan.
|