PASAL II
PENYALURAN KHUMUS
Masalah
1886: Kita harus membagi harta khumus ke dalam dua
bagian: (1) satu bagian adalah saham para sayid yang—berdasarkan ihtiyâth
wajib—harus kita serahkan kepada mujtahid yang memenuhi syarat atau kita
langsung memberikannya kepada seorang sayid yang fakir, yatim, atau kehabisan
bekal dalam perjalanan dengan persetujuan darinya, dan (2) setengahnya yang lain
adalah saham imam as yang dalam kondisi sekarang kita harus menyerahkannya
kepada marja‘ taklid kita masing-masing atau kita memanfaatkannya dengan izin
langsung dari kantor perwakilannya.
Masalah
1887: Sayid yatim yang akan kita berikan khumus
haruslah seorang yang fakir. Akan tetapi, kita dapat memberikan khumus kepada
seorang sayid yang kehabisan bekal di dalam perjalanan, meskipun dia bukanlah
orang fakir di kotanya. Jika kita memberikan khumus kepada sayid yang tidak
fakir, maka hal itu tidak cukup dan kita harus mengeluarkan khumus sekali lagi.
Masalah
1888: Berdasarkan ihtiyâth wajib, kita tidak
boleh memberikan khumus kepada sayid yang kehabisan bekal di dalam perjalanan,
jika perjalanannya adalah perjalanan maksiat.
Masalah
1889: Kita dapat memberikan khumus kepada sayid yang
tidak adil. Akan tetapi, kita tidak dapat memberikannya kepada sayid yang tidak
bermazhab Syi‘ah Dua Belas Imam.
Masalah
1890: Tidak boleh kita memberikan khumus kepada sayid
yang pelaku maksiat, jika hal itu dapat membantu perbuatan maksiatnya, dan
berdasarkan ihtiyâth wajib, tidak boleh kita memberikan khumus kepada
sayid yang melakukan maksiat secara terang-terangan, meskipun pemberian khumus
itu tidak membantu perbuatan maksiatnya.
Masalah
1891: Jika seseorang mengaku seorang sayid, kita
tidak dapat memberikan khumus kepadanya, kecuali dua orang yang adil membenarkan
kesayidannya atau di tengah-tengah masyarakat sudah tenar sedemikian rupa
sekiranya kita yakin atau mantap hati bahwa ia adalah seorang sayid.
Masalah
1892: Kita dapat memberikan khumus kepada seseorang
yang dikenal sebagai sayid di kotanya sendiri, asalkan kita memperoleh
kepercayaan tentang kesayidannya itu.
Masalah
1893: Seseorang yang memiliki istri sayidah tidak
boleh memberikan khumus kepada istrinya sendiri, jika uang khumus itu ingin
digunakan untuk biaya hidupnya sendiri. Akan tetapi, jika istrinya wajib
menanggung biaya hidup orang lain dan ia tidak dapat memenuhinya, maka
diperbolehkan sang suami memberikan khumus kepada istrinya supaya digunakan
untuk kebutuhan hidup mereka.
Masalah
1894: Kita tidak boleh memberikan khumus kepada
orang-orang yang nafkah mereka menjadi tanggung jawab kita, dan jika kita wajib
menanggung biaya hidup seorang sayid yang lain, seperti ayah atau anak, maka
berdasarkan ihtiyâth wajib tidak dapat kita memberikan khumus kepadanya
sebagai nafkah hidupnya.
Masalah
1895: Kita dapat memberikan khumus kepada seorang
sayid yang seluruh biaya hidupnya menjadi tanggung jawab orang lain dan orang
tersebut tidak mampu memenuhinya.
Masalah
1896: Berdasarkan ihtiyâth wajib, kita jangan
memberikan khumus kepada seorang sayid yang fakir melebihi biaya hidupnya dalam
setahun.
Masalah
1897: Jika di dalam sebuah kota tidak ditemukan
seorang sayid pun yang berhak menerima khumus dan pembayar khumus juga tidak
memberikan kemungkinan seorang sayid akan didapati, atau menjaga harta khumus
itu sehingga seorang yang berhak menerima khumus ditemukan tidak mungkin
baginya, maka ia harus membawa khumus tersebut ke kota lain dan memberikan
kepada orang yang berhak menerimanya. Dan ia juga dapat mengambil seluruh biaya
pemindahan itu dari uang khumus tersebut. Jika harta khumus itu musnah, dalam
hal ini apabila ia teledor dalam menjaganya, maka ia harus menggantinya dan
apabila ia tidak teledor dalam hal ini, maka ia tidak memiliki tanggungan apa
pun.
Masalah
1898: Ketika di dalam kota seseorang tidak dapat
ditemukan orang yang berhak menerima khumus, akan tetapi ia memberikan
kemungkinan seorang yang berhak akan dapat ditemukan, maka ia dapat untuk
memindahkan khumus itu ke kota lain, meskipun mungkin baginya untuk menjaga
harta tersebut hingga orang yang berhak ditemukan, dan jika ia tidak teledor
dalam menjaganya dan harta itu musnah, maka ia tidak wajib mengganti suatu apa
pun. Akan tetapi, ia tidak dapat mengambil biaya memindahkan khumus itu dari
hatra khumus tersebut.
Masalah
1899: Jika di dalam kota seseorang ditemukan orang
yang berhak menerima khumus, maka ia pun masih dapat memindahkan khumus tersebut
ke kota lain dan memberikannya kepada orang yang berhak. Akan tetapi, ia sendiri
yang harus mengeluarkan biaya pemindahannya dan apabila harta khumus itu musnah,
maka ia harus menggantinya, meskipun ia tidak teledor dalam memjaganya, dan
meskipun--berdasarkan ihtiyâth wajib--hal itu ia lakukan atas izin
mujtahid yang memenuhi syarat. Iya, jika ia menerima khumus itu sebagai wakil
darinya atau ia menyerahkannya kepada wakilnya dan harta itu dipindahkan ke kota
lain, dalam hal ini apabila semua itu terjadi atas izin mujtahid yang memenuhi
syarat tersebut, maka ia tidak wajib mengganti apa pun.
Masalah
1900: Kita dapat mengeluarkan khumus dari harta yang
terkena kewajiban khumus itu sendiri atau dengan mengeluarkan harganya. Akan
tetapi, kita tidak dapat mengeluarkan jenis barang lain sebagai khumusnya.
Masalah
1901: Seseorang yang memilliki tagihan utang dari
orang yang berhak menerima khumus, ia tidak dapat mengalkulasi tagihan utangnya
itu sebagai khumusnya. Iya, berdasarkan ihtiyâth wajib, ia harus
menyerahkan khumus tersebut kepadanya dan setelah itu, orang yang berhak
tersebut mengembalikan kepadanya sebagai penyerahan utangnya.
Masalah
1902: Orang yang berhak menerima khumus tidak boleh
mengambil khumus dan menghadiahkannya kembali kepada pemberinya. Akan tetapi,
seseorang yang memiliki utang khumus dalam jumlah yang banyak dan menjadi fakir,
serta ia juga tidak putus asa untuk berusaha kembali dan tidak ingin berutang
budi kepada orang-orang yang berhak menerima khumus, maka mereka dapat menerima
khumus darinya dan menghadiahkan kembali kepadanya.
Masalah
1903: Jika seseorang meminjam uang khumus kepada
marja’ taklid atau wakilnya dan ingin mengembalikannya pada tahun berikutnya,
dalam hal ini apabila harta yang sudah terkena kewajiban khumus itu masih ada,
maka ia juga harus mengeluarkan khumus untuk khumus (yang telah dipinjamnya dari
marja’ tersebut). Pada hakikatnya, ia harus mengeluarkan seperempat (1/4) dari
harta yang ada sebagai khumus. Sebagai contoh, jika harta yang ada adalah
1.000.000 Rial dan ia telah meminjam khumus harta tersebut, maka ia harus
mengeluarkan 250.000 Rial sebagai khumus. Dan apabila harta khumus (yang telah
dipinjamnya itu) sudah digunakan dan tidak tersisa, maka cukup baginya untuk
mengeluarkan khumus (harta aslinya) saja dan tidak wajib ia mengeluarkan khumus
untuk khumus tersebut.
|