PASAL V
PENYALURAN ZAKAT
Masalah
1973: Seseorang dapat menyalurkan zakatnya kepada
delapan golongan berikut ini:
a. Fakir; orang
yang tidak memiliki biaya hidup selama setahun untuk diri dan keluarganya.
Seseorang yang masih memiliki sebuah usaha (industri), tanah, atau modal
sehingga ia bisa mendapatkan biaya hidupnya secara berangsur, ia bukanlah orang
fakir.
b. Miskin;
orang yang menjalani hidupnya lebih parah dari orang fakir.
c. Seseorang
yang mendapatkan perintah dari imam ma‘shûm as atau wakilnya untuk mengumpulkan
dan mengurusi zakat serta menyerahkannya kepada mereka atau memberikannya
langsung kepada fakir-miskin. Dalam hal ini ia berhak memanfaatkan zakat untuk
dirinya sesuai dengan jerih payah yang telah dilaksanakannya.
d. Orang-orang
kafir yang jika diberi zakat, mereka akan condong kepada Islam atau membantu
muslimin dalam menghadapi peperangan yang sedang berkecamuk. Begitu juga
muslimin yang lemah iman dan jika mereka diberi zakat, iman mereka akan menguat.
e. Pembelian
budak dan memerdekakannya.
f. Orang yang
memiliki utang dan ia tidak mampu untuk melunasi utangnya, dengan syarat utang
tersebut tidak digunakan dalam kemaksiatan.
g.
Sabilillah; yaitu setiap pekerjaan yang memiliki manfaat umum untuk agama,
seperti membangun masjid dan sekolah atau seperti membangun jembatan dan
memperbaiki jalan yang manfaatnya kembali kepada seluruh muslimin, serta segala
sesuatu yang—bagaimanapun bentuknya—bermanfaat bagi Islam dan muslimin.
h.
Ibnussabil; yaitu musafir yang kehabisan bekal di dalam perjalanannya.
Hukum-hukum
untuk setiap orang yang berhak menerima zakat itu akan dijelaskan pada
masalah-masalah berikut ini.
Masalah
1974: Berdasarkan ihtiyâth wajib, fakir dan
miskin tidak boleh menerima zakat melebihi biaya hidupnya dalam setahun, dan
jika mereka masih memiliki sedikit uang atau barang, maka ia hanya boleh
menerima zakat sesuai dengan kadar kekurangan biaya hidupnya.
Masalah
1975: Seseorang yang memiliki biaya hidup dalam
setahun, jika ia memanfaatkan sebagian darinya dan setelah itu ragu apakah biaya
yang tersisa itu dapat mencukupi biaya hidupnya dalam setahun atau tidak, maka
tidak boleh ia mengambil zakat.
Masalah
1976: Pemilik industri dan tanah, atau seorang
pedagang yang pendapatannya lebih sedikit dari biaya hidup yang dibutuhkan
selama setahun, ia dapat mengambil zakat untuk menambal kekurangan biaya
hidupnya itu, dan tidak harus ia menggunakan sarana kerja, tanah, atau modalnya
sebagai biaya hidupnya.
Masalah
1977: Seorang fakir yang tidak memiliki biaya hidup
dalam setahun untuk diri dan keluarganya, jika ia memiliki rumah yang sedang
ditempatinya atau memiliki kendaraan, dalam hal ini apabila ia tidak dapat hidup
tanpa itu semua—meskipun untuk tujuan menjaga harga dirinya, maka ia dapat
mengambil zakat. Begitu juga berkenaan dengan perabotan rumah, pakaian musim
panas dan musim dingin, dan segala sesuatu yang dibutuhkannya. Jika ia tidak
memiliki semua itu dan membutuhkannya, maka ia dapat membelinya dengan
menggunakan zakat.
Masalah
1978: Jika tidak sulit bagi seorang fakir untuk
mempelajari sebuah profesi, maka berdasarkan ihtiyâth wajib ia harus
mempelajarinya dan jangan hidup dengan mengandalkan zakat. Akan tetapi, selama
masih mempelajarinya, ia dapat mengambil zakat.
Masalah
1979: Seseorang yang sebelumnya adalah fakir dan
sekarang ia berkata, “Aku adalah orang fakir,” maka kita dapat memberikan zakat
kepadanya, meskipun kita tidak yakin dengan ucapannya.
Masalah
1980: Seseorang yang berkata, “Aku adalah orang
fakir” dan sebelumnya ia bukan orang fakir atau tidak pasti apakah sebelumnya ia
adalah orang fakir atau tidak, selama hati kita tidak mantap dengan ucapannya,
maka berdasarkan ihtiyâth wajib tidak boleh kita memberikan zakat
kepadanya.
Masalah
1981: Seseorang yang wajib mengeluarkan zakat, jika
ia memiliki tagihan utang kepada seorang fakir, maka ia dapat mengalkulasi
tagihannya itu sebagai zakat.
Masalah
1982: Jika seorang fakir meninggal dunia dan harta
peninggalannya tidak bernilai sejumlah utang yang harus dibayarnya, maka penagih
utang dapat mengalkulasi tagihannya itu sebagai zakat. Bahkan, jika harta
peninggalannya bernilai sejumlah utang yang harus dibayarnya dan para pewaris
tidak mau melunasi utangnya atau ia—karena satu dan lain hal—tidak dapat
mengambil tagihannya, maka ia dapat mengalkulasi tagihannya itu sebagai zakat.
Masalah
1983: Seseorang yang ingin memberikan zakat kepada
seorang fakir, tidak harus ia mengucapkan kepadanya bahwa harta itu adalah harta
zakat. Bahkan, jika ia malu (untuk menerimanya), disunahkan ia memberikan harta
itu kepadanya sebagai zakat, tetapi ia jangan menjelaskan bahwa harta itu adalah
harta zakat.
Masalah
1984: Jika seseorang memberikan zakat kepada orang
lain yang diyakininya sebagai orang fakir dan setelah itu ia baru tahu bahwa ia
bukanlah seorang yang fakir, atau—karena tidak tahu hukum—ia memberikan zakat
kepada orang yang tidak fakir, dalam hal ini apabila harta zakat itu masih ada,
maka ia dapat mengambilnya kembali dan memberikannya kepada orang yang berhak
menerimanya, dan apabila harta zakat itu sudah habis, maka orang yang telah
menerima harta zakat itu harus mengganti dan memberikannya ketika ia tahu atau
memberikan kemungkinan bahwa harta yang telah diterimanya itu adalah harta zakat.
Akan tetapi, jika orang itu memberikan kepadanya bukan atas nama zakat, maka ia
tidak dapat mengambil suatu apa pun darinya. Jika ia tidak teledor dalam mencari
orang yang berhak menerima zakat, seperti dua orang adil bersaksi atas
kefakirannya, maka tidak wajib ia mengeluarkan zakat dari hartanya untuk kedua
kalinya.
Masalah
1985: Seseorang yang memiliki utang dan tidak mampu
untuk membayar utangnya, ia dapat mengambil harta zakat untuk membayar utangnya,
meskipun ia masih memiliki biaya hidup untuk setahun. Akan tetapi, dengan syarat
harta yang telah dipinjamnya itu tidak digunakan dalam kemaksiatan. Jika ia
telah menggunakannya dalam kemaksiatan, dalam hal ini apabila ia telah bertaubat,
maka saham orang fakir dapat diberikan kepadanya.
Masalah
1986: Jika seseorang memberikan zakat kepada orang
yang memiliki utang dan tidak mampu untuk melunasinya, dan setelah itu ia tahu
bahwa orang itu telah menggunakan harta pinjamannya dalam kemaksiatan, dalam hal
ini apabila orang yang memiliki utang itu adalah fakir, maka ia dapat
mengalkulasi harta yang telah diberikan kepadanya itu sebagai zakat. Akan
tetapi, jika orang itu belum bertaubat dari maksiat tersebut, maka berdasarkan
ihtiyâth wajib tidak boleh ia mengalkulasi harta yang telah diberikan
kepadanya sebagai zakat.
Masalah
1987: Seseorang yang memiliki utang dan tidak mampu
untuk melunasi utangnya, meskipun ia tidak fakir, maka orang yang memiliki
tagihan darinya dapat mengalkulasi tagihannya itu sebagai zakat.
Masalah 1988: Musafir yang kehabisan bekal atau kendaraannya
tidak dapat digunakan lagi, jika perjalanannya bukanlah perjalanan maksiat dan
ia tidak dapat mencapai tempat tujuannya dengan cara meminjam uang atau menjual
barang-barangnya, maka ia dapat mengambil zakat, meskipun di daerahnya sendiri
ia bukanlah orang fakir. Akan tetapi, jika ia mampu mendapatkan biaya perjalanan
dengan cara meminjam uang atau menjual barang-barangnya di suatu tempat, maka ia
hanya dapat mengambil zakat sekadar yang dapat digunakan untuk sampai ke tempat
itu.
Masalah 1989: Musafir yang kehabisan bekal dan telah
mengambil uang zakat, jika harta itu masih tersisa setelah ia sampai di
daerahnya, maka ia harus mengembalikannya kepada mujtahid yang memenuhi syarat
dan mengatakan kepadanya bahwa uang itu adalah uang zakat.
|