PASAL XI TAYAMUM
Dalam tujuh hal berikut ini kita harus bertayamum sebagai ganti
dari wudhu dan mandi:
Hal-hal yang Mewajibkan Tayamum
a. Tidak mungkin menyediakan air sekadar untuk wudhu atau mandi.
Masalah 642: Jika seseorang berada di
tempat yang berpenduduk, maka untuk menyediakan air wudhu dan mandi ia harus
mencari air hingga ia putus asa bahwa air dapat ditemukan. Jika ia berada di
padang sahara (dan tempat yang tidak berpenduduk), sekiranya tanahnya berbukit
atau karena pepohonan dan semak belukar ia sulit untuk berjalan di situ, maka ia
harus mencari air di empat arah sejauh satu kali lemparan anak panah kuno yang
dilemparkan dengan menggunakan busur, dan jika tanahnya tidak demikian, maka ia
harus mencari air di empat arah sejauh dua kali lemparan anak panah.
Masalah 643: Jika di sebagian arah
tersebut tanahnya rata dan sebagian yang lain berbukit atau ia sulit berjalan di
situ, maka di arah yang tanahnya rata ia harus mencari air sejauh dua kali
lemparan anak panah dan di arah yang tanahnya berbukit kita harus mencari air
sejauh satu kali lemparan anak panah.
Masalah 644: Jika ia yakin tidak ada
air di suatu arah, maka tidak wajib ia mencarinya di situ.
Masalah 645: Seseorang yang waktu
shalatnya masih luas dan memiliki waktu untuk menyediakan air, sekiranya ia
yakin bahwa di tempat yang lebih jauh dari batas yang telah ditentukan itu
terdapat air, maka ia harus mengambil air tersebut jika tidak ada halangan
baginya dan hal itu tidak menyulitkannya. Jika ia hanya menyangka bahwa air (dapat
ditemukan di situ), maka tidak wajib ia pergi ke tempat itu. Akan tetapi, jika
hatinya mantap (dengan adanya air di situ), maka berdasarkan ihtiyath wajib
ia harus pergi ke tempat itu untuk menyediakan air.
Masalah 646: Tidak wajib ia sendiri
yang mencari air. Bahkan ia dapat mengutus orang yang dapat dipercayai ucapannya.
Dengan demikian, jika satu orang pergi mencari air atas nama beberapa orang,
maka hal itu sudah cukup.
Masalah 647:
Jika ia memberikan kemungkinan bahwa di dalam bekal bepergiannya, di rumah atau
di antara rombongan terdapat air, maka ia harus mencarinya sehingga ia yakin
dengan tidak adanya air tersebut atau ia putus asa air itu akan ditemukan.
Masalah 648:
Jika sebelum waktu shalat tiba ia telah mencari air dan tidak menemukannya, dan
ia masih diam di tempat semula hingga waktu shalat tiba, maka tidak wajib ia
mencari air kembali.
Masalah 649:
Jika setelah waktu shalat tiba ia pergi mencari air dan tidak menemukannya, dan
hingga waktu shalat berikutnya ia masih berdiam di tempat semula, sekiranya ia
memberikan kemungkinan bahwa air dapat ditemukan, maka berdasarkan ihtiyath
wajib ia harus pergi untuk mencari air lagi.
Masalah 650:
Jika ia mengkhawatirkan jiwa dan hartanya dari sergapan binatang buas atau
jarahan para pencuri, pencarian air sangat sulit sekiranya ia tidak dapat
menanggung (beratnya perjalanan) atau waktu shalat sangat sempit sehingga tidak
mungkin baginya untuk mencari air, maka tidak wajib ia mencari air.
Masalah 651:
Jika ia tidak pergi untuk mencari air sehingga waktu shalat sempit, maka ia
telah bermaksiat, meskipun shalat yang dikerjakannya dengan tayamum adalah sah.
Masalah 652:
Jika ia yakin tidak akan menemukan air, lalu ia tidak pergi untuk mencarinya dan
mengerjakan shalat dengan tayamum, kemudian setelah mengerjakan shalat ia
mengetahui bahwa seandainya ia mencari air terlebih dahulu, niscaya ia akan
menemukannya, maka shalatnya tersebut adalah batal.
Masalah 653:
Jika setelah mengadakan pencarian ia tidak menemukan air dan mengerjakan shalat
dengan tayamum, kemudian setelah mengerjakan shalat ia tahu bahwa di suatu
tempat yang telah dicarinya itu terdapat air, maka shalatnya adalah sah.
Masalah 654:
Jika setelah waktu shalat tiba ia memiliki wudhu dan ia mengetahui jika
membatalkan wudhu tersebut, tidak mungkin baginya untuk menyediakan air,
sekiranya ia dapat menahan wudhu tersebut, maka tidak boleh baginya untuk
membatalkannya.
Masalah 655:
Jika sebelum waktu shalat tiba ia memiliki wudhu dan ia mengetahui jika
membatalkan wudhu tersebut, tidak mungkin baginya untuk menyediakan air,
sekiranya ia dapat menahan wudhu tersebut, maka berdasarkan ihtiyath wajib
tidak boleh baginya untuk membatalkannya.
Masalah 656:
Seseorang yang memiliki air hanya sekadar untuk berwudhu atau mandi saja, jika
ia mengetahui seandainya ia menuangkannya (untuk suatu keperluan), ia tidak akan
menemukan air lagi dan waktu shalat sudah tiba, maka menuangkannya adalah haram,
dan berdasarkan ihtiyath wajib tidak boleh juga baginya untuk
menuangkannya meskipun waktu shalat belum tiba.
Masalah 657:
Seseorang yang mengetahui tidak akan menemukan air, jika setelah waktu shalat
tiba ia membatalkan wudhunya atau menuangkan air yang dimilikinya, maka ia telah
bermaksiat dan—meskipun demikian—shalatnya dengan tayamum adalah sah, hanya saja
berdasarkan ihtiyath mustahab hendaknya ia juga mengqadha shalat
tersebut.
b. Tidak
dapat menyediakan air karena usia tua, takut kepada pencuri dan binatang buas
atau tidak mempunyai alat untuk menimba air dari sumur.
Masalah 658:
Jika seseorang tidak dapat menyediakan air karena usianya yang sudah tua, takut
pencuri, binatang buas dan yang semisalnya atau tidak memiliki alat yang dapat
digunakan untuk menimba air dari dalam sumur, maka ia harus bertayamum.
Masalah 659:
Jika untuk menimba air dari dalam sumur ia memerlukan timba dan tali dan ia
terpaksa harus membeli atau menyewanya, maka ia harus melakukan itu meskipun
harganya naik beberapa kali lipat dari harga biasanya. Begitu juga jika air
dijual beberapa kali lipat dari harga biasanya. Akan tetapi, jika untuk
menyediakannya memerlukan sejumlah uang yang jumlah itu sangat membahayakan
kondisi (ekonominya), maka tidak wajib ia menyediakannya.
Masalah 660:
Jika untuk menyediakan air ia terpaksa harus meminjam uang, maka ia harus
meminjamnya. Akan tetapi, seseorang yang mengetahui atau menyangka tidak akan
dapat membayar uang pinjamannya tersebut, maka tidak wajib ia meminjam uang.
Masalah 661:
Jika menggali sumur tidak memiliki kesulitan yang biasanya tidak dapat dipikul
(oleh seseorang), maka untuk menyediakan air ia harus menggalinya.
Masalah 662:
Jika seseorang memberikan air kepadanya tanpa ada unsur balas budi dan
pengungkitan yang biasanya tidak dapat dipikul oleh seseorang, maka ia harus
menerimanya.
c.
Penggunaan air membahayakan badan.
Masalah 663:
Jika seseorang khawatir atas jiwanya karena menggunakan air, penggunaan air akan
menimbulkan sebuah penyakit atau cela pada dirinya, masa penyakitnya akan
semakin lama, parah atau sulit diobati karena penggunaan air tersebut, maka ia
harus bertayamum. Akan tetapi, jika air hangat tidak membahayakan dirinya, maka
ia harus berwudhu atau mandi dengan menggunakan air hangat.
Masalah 664:
Tidak harus ia yakin bahwa air membahayakan dirinya. Jika ia memberikan
kemungkinan bahwa air berbahaya bagi dirinya dan kemungkinannya itu masuk akal
menurut pandangan masyarakat umum, lalu dari kemungkinan itu rasa khawatir
terwujud di dalam dirinya, maka ia harus bertayamum.
Masalah 665:
Seseorang yang menderita penyakit mata dan air membahayakan dirinya, maka ia
harus bertayamum.
Masalah 666:
Jika karena keyakinan atau kekhawatiran yang dimilikinya bahwa air membahayakan
dirinya ia bertayamum dan sebelum mengerjakan shalat ia mengetahui bahwa air itu
tidak berbahaya bagi dirinya, maka tayamumnya adalah batal dan tidak dapat ia
mengerjakan shalat dengan tayamum tersebut. Akan tetapi, jika ia mengetahui hal
itu setelah mengerjakan shalat, maka shalatnya adalah sah, dan—meskipun
demikian—untuk mengerjakan shalat-shalat selanjutnya ia harus berwudhu.
Masalah 667:
Seseorang yang menyangka bahwa air tidak berbahaya bagi dirinya, lalu ia mandi
atau berwudhu dan setelah itu ia memahami bahwa air itu berbahaya bagi dirinya,
wudhu dan mandinya adalah sah.
d.
Menggunakan air untuk wudhu atau mandi menyebabkan kita dan orang-orang yang
bersama kita sengsara.
Masalah 668:
Seseorang yang khawatir jika ia menggunakan air untuk berwudhu atau mandi,
dirinya, keluarga dan anak-anaknya, atau sahabatnya dan orang-orang yang
memiliki hubungan dengannya, seperti pembantu, akan meninggal dunia atau sakit
karena kehausan, atau mereka akan ditimpa kehausan yang sangat sulit bagi mereka
untuk memikulnya, maka ia harus bertayamum sebagai ganti dari wudhu dan mandi.
Begitu juga jika ia khawatir binatang piaraannya akan binasa karena kehausan,
maka ia harus memberikan air itu kepadanya dan ia sendiri harus bertayamum.
Begitu juga jika seseorang yang wajib dipelihara jiwanya sangat haus, sekiranya
air tidak diberikan kepadanya ia akan meninggal dunia, maka wajib baginya untuk
memberikan air kepadanya dan ia sendiri harus bertayamum.
Masalah 669:
Jika selain air suci yang cukup digunakan sebagai air minum bagi diri dan
orang-orang yang memiliki hubungan dengannya ia juga memiliki air najis, maka ia
harus menggunakan air suci itu sebagai air minum dan mengerjakan shalat dengan
bertayamum. Akan tetapi, jika ia memerlukan air untuk minuman binatang
piaraannya, maka ia harus memberikan air najis itu kepadanya dan menggunakan air
suci itu untuk berwudhu dan mandi.
e. Air hanya
cukup untuk mencuci badan atau pakaian yang najis.
Masalah 670:
Seseorang yang badan atau pakaiannya najis dan ia hanya memiliki sedikit air
yang jika digunakan untuk berwudhu atau mandi, tidak akan tersisa air untuk
menyucikannya, maka ia harus menyucikan badan dan pakaiannya dengan air tersebut
dan mengerjakan shalat dengan tayamum. Akan tetapi, jika ia tidak memiliki
sesuatu yang dapat digunakan untuk bertayamum, maka ia harus menggunakan air
tersebut untuk berwudhu atau mandi dan mengerjakan shalat dengan badan atau
pakaian yang najis tersebut.
f. Tidak ada
air atau bejana air lagi selain air dan bejana yang haram
Masalah 671:
Jika ia tidak memiliki air atau bejana selain air atau bejana yang haram
digunakan, seperti air atau bejana yang ada adalah hasil ghashab dan tidak ada
air dan bejana lain selain itu, maka ia harus bertayamum sebagai ganti dari
wudhu dan tayamum.
g. Tidak ada
waktu yang cukup untuk mengerjakan shalat.
Masalah 672:
Ketika waktu shalat sempit sekiranya jika ia berwudhu atau mandi, seluruh rakaat
shalat atau sebagiannya akan dikerjakan di luar waktunya, maka ia harus
bertayamum.
Masalah 673:
Jika ia sengaja mengakhirkan shalat sehingga tidak memiliki waktu untuk berwudhu
atau mandi, maka ia telah bermaksiat. Akan tetapi, shalatnya dengan tayamum
adalah sah, meskipun berdasarkan ihtiyath mustahab hendaknya ia mengqadha
shalat tersebut.
Masalah 674:
Jika seseorang ragu apakah akan ada waktu untuk mengerjakan shalat atau tidak
jika ia berwudhu atau mandi, maka ia harus bertayamum.
Masalah 675:
Seseorang yang bertayamum (untuk mengerjakan shalat) karena sempitnya waktu,
tayamum tersebut hanya berguna untuk amalan yang waktunya telah sempit dan
setelah itu tayamum itu adalah batal. Oleh karena itu, jika setelah mengerjakan
shalat tersebut air yang dimilikinya tumpah atau ia memiliki uzur lain sehingga
ia harus bertayamum, maka ia harus bertayamum lagi meskipun tayamum yang telah
dilakukannya itu belum batal.
Masalah 676:
Jika seseorang yang memiliki air mengerjakan shalat dengan bertayamum karena
sempitnya waktu, lalu air itu tumpah di pertengahan shalatnya, maka ia tidak
dapat mengerjakan shalat-shalat berikutnya dengan tayamum tersebut, bahkan ia
harus bertayamum lagi untuk mengerjakan shalat-shalat itu.
Masalah 677:
Jika seseorang memiliki waktu untuk berwudhu atau mandi dan mengerjakan shalat
tanpa sunah-sunahnya, seperti iqamah dan qunut, maka ia harus berwudhu atau
mandi dan mengerjakan shalatnya tanpa sunah-sunahnya. Bahkan, jika ia tidak
memiliki waktu sekalipun untuk membaca surah, maka ia harus berwudhu atau mandi
dan mengerjakan shalat tanpa surah.
Bahan-bahan
yang Dapat Digunakan untuk Bertayamum
Masalah 678:
Tayamum di atas tanah, kerikil, tanah yang sudah mengering dan keras dan batu
adalah sah jika bahan-bahan itu suci. Tayamum di atas tanah yang sudah dimasak,
seperti batu bata dan kendi juga sah.
Masalah 679:
Tayamum di atas batu kapur, batu Noureh(1),
batu marmar hitam dan seluruh jenis bebatuan adalah sah. Akan tetapi, tayamum di
atas batu perhiasan, seperti batu aqiq dan firouz adalah batal, dan berdasarkan
ihtiyaht wajib tidak boleh kita bertayamum di atas kapur dan Noureh yang
yang sudah dimasak.
Masalah 680:
Jika tanah, kerikil, tanah kering dan bebatuan tidak ditemukan, maka kita harus
bertayamum di atas debu yang menempel di atas karpet, pakaian dan yang
semisalnya. Jika debu itu juga tidak ditemukan, maka kita harus bertayamum di
atas tanah lumpur. Jika lumpur pun tidak ditemukan, berdasarkan ihtiyath
wajib kita harus mengerjakan shalat tanpa tayamum, dan kemudian wajib kita
mengqadhanya.
Masalah 681:
Jika kita dapat mengumpulkan tanah dengan jalan menggoncang karpet dan yang
sejenisnya, maka tayamum di atas debu (yang menempel di atasnya) adalah batal,
dan jika kita dapat mengeringkan tanah lumpur dan mengumpulkan tanah darinya,
maka tayamum di atas tanah lumpur adalah batal.
Masalah 682:
Jika seseorang yang tidak memiliki air memiliki salju atau es batu dan mungkin
baginya untuk mencairkannya, maka ia harus mencairkannya dan berwudhu atau mandi
dengan air tersebut. Dan jika tidak mungkin baginya untuk mencairkannya dan ia
juga tidak memiliki bahan yang sah digunakan untuk bertayamum, maka berdasarkan
ihtiyath wajib ia harus mengerjakan shalat tanpa wudhu dan tayamum, dan
bagaimanapun ia harus mengqadha shalatnya itu.
Masalah 683:
Jika tanah dan kerikil telah bercampur dengan sesuatu yang tidak dapat digunakan
untuk bertayamum, seperti serbuk kulit padi dan gandum, maka kita tidak dapat
bertayamum di atas tanah dan kerikil tersebut. Akan tetapi, jika sesuatu itu
hanya berjumlah sangat sedikit sehingga tidak terlihat di dalam campuran tanah
dan kerikil itu, maka tayamum di atas tanah dan kerikil itu adalah sah.
Masalah 684:
Jika kita tidak memiliki sesuatu yang dapat digunakan untuk bertayamum, maka
sekiranya mungkin, kita harus menyediakannya sekalipun harus membelinya.
Masalah 685:
Tayamum di atas tembok yang telah dilapisi dengan lumpur adalah sah, dan
berdasarkan ihtiyath mustahab selama tanah yang kering masih ada,
hendaknya kita jangan bertayamum di atas tanah yang lembab.
Masalah 686:
Bahan yang akan digunakan untuk bertayamum harus suci, dan jika kita tidak
memiliki bahan tayamum yang suci, maka berdasarkan ihtiyath wajib kita
harus mengerjakan shalat tanpa wudhu dan tayamum, dan kemudian kita juga harus
mengqadhanya.
Masalah 687:
Jika kita yakin bahwa suatu bahan dapat digunakan untuk bertayamum dan kita
melakukan tayamum dengan menggunakannya, kemudian kita mengetahui bahwa tayamum
dengan menggunakan bahan itu adalah batal, maka kita harus mengqadha seluruh
shalat yang telah kita kerjakan dengan tayamum tersebut.
Masalah 688:
Bahan yang kita gunakan untuk bertayamum tidak boleh berasal dari hasil ghashab.
Masalah 689:
Bertayamum di ruangan hasil ghashab adalah tidak batal. Dengan demikian, jika
kita menepukkan tangan di atas tanah di dalam ruangan milik kita sendiri, lalu
kita masuk ke dalam ruangan milik orang lain tanpa seizinnya dan mengusapkan
tangan tersebut ke dahi, maka tayamum kita adalah tidak batal.
Masalah 690:
Jika kita tidak mengetahui bahwa bahan tayamum itu adalah hasil ghashab atau
kita lupa (bahwa bahan itu adalah hasil ghashab), maka tayamum kita adalah sah
kecuali jika kita sendiri yang mengghashabnya. Maka, tayamum kita adalah batal
(meskipun kita lupa bahwa bahan itu adalah hasil ghashab).
Masalah 691:
Seseorang yang dipenjarakan di tempat hasil ghashab, jika air dan tanahnya
adalah hasil ghashab juga, maka ia harus mengerjakan shalat dengan tayamum.
Masalah 692:
Disunahkan bahan yang kita gunakan untuk bertayamum hendaknya berdebu sehingga
ia menempel di tangan, dan setelah menepukkan tangan di atasnya, disunahkan juga
kita menggoyangkan kedua tangan kita supaya debu itu berjatuhan.
Masalah 693:
Bertayamum di atas tanah jurang, tanah jalanan dan tanah yang bergaram—jika
garam itu tidak menutupinya—adalah makruh. Akan tetapi, jika garam telah
menutupinya, maka bertayamum di atasnya adalah batal.
Tata Cara
Tayamum
Masalah 694:
Dalam bertayamum ada empat pekerjaan yang wajib kita lakukan:
Pertama, niat.
Kedua,
menepukkan telapak kedua tangan di atas bahan yang sah digunakan untuk
bertayamum.
Ketiga,
mengusapkan kedua telapak tangan itu ke seluruh bagian dahi dan kedua pelipis
dimulai dari tempat tumbuhnya rambut hingga alis mata dan bagian atas hidung.
Berdasarkan ihtiyath wajib kedua telapak tangan itu juga harus mengusap
kedua alis itu.
Keempat,
mengusapkan telapak tangan kiri ke bagian belakang telapak tangan kanan dan
setelah itu mengusapkan telapak tangan kanan ke bagian belakang telapak tangan
kiri.
Masalah 695:
Tidak ada perbedaan cara antara tayamum sebagai ganti dari mandi dan wudhu. Akan
tetapi, berdasarkan ihtiyath mustahab dalam tayamum sebagai ganti dari
mandi kita hendaknya menepukkan kedua telapak tangan sebanyak dua kali: pertama
kali, kita menepukkan kedua telapak tangan di atas tanah dan mengusapkannya ke
dahi dan kali kedua, kita menepukkannya kembali dan mengusapkannya ke bagian
belakang telapak tangan tersebut. Berdasarkan ihtiyath mustahab tayamum
sebagai ganti dari wudhu pun juga dilakukan dengan dua kali tepukan. Bahkan,
yang lebih baik adalah kita bertayamum dengan tiga kali tepukan; kita menepukkan
kedua telapak tangan di atas tanah sebanyak dua kali berturut-turut dan
mengusapkannya ke dahi, lalu kita menepukkannya di atas tanah sekali lagi dan
mengusapkannya ke bagian belakang telapak tangan.
Hukum
Tayamum
Masalah 696:
Jika kita tidak mengusap sebagian kecil dari dahi dan bagian belakang telapak
tangan, maka tayamum kita adalah batal, baik kita melakukannya dengan sengaja,
tidak mengetahui hukum maupun lupa. Akan tetapi, tidak wajib juga kita harus
detail dan terlalu teliti dalam hal ini. Seandainya kita telah mengusapnya
sedemikian rupa sekiranya dapat dikatakan bahwa seluruh dahi dan bagian belakang
kedua telapak tangan telah terusap, maka hal itu sudah cukup.
Masalah 697:
Supaya kita yakin seluruh bagian atas telapak tangan telahterusap, maka kita
harus mengusap melebihi pergelangan tangan sedikit. Akan tetapi, tidak wajib
kita mengusap sela-sela antara jari-jari.
Masalah 698:
Kita harus mengusap dahi dan bagian belakang telapak tangan—berdasarkan
ihtiyath wajib—dari atas ke bawah, dan kita juga harus melakukan tata cara
tayamum itu secara berkesinambungan. Jika kita melakukannya secara
terpisah-pisah sekiranya tidak dapat dikatakan kita sedang bertayamum, maka
tayamum kita itu adalah batal.
Masalah 699:
Jika seseorang memiliki kewajiban tayamum sebagai ganti dari mandi dan wadhu
sekaligus, maka ketika berniat ia harus menentukan apakah sedang bertayamum
sebagai ganti dari mandi atau wudhu. Begitu juga jika ia memiliki kewajiban
beberapa tayamum sebagai ganti dari beberapa wajib, maka ia harus menentukan
jenis mandi tersebut. Jika ia keliru berniat; yang semestinya sebagai ganti dari
wudhu, ia berniat sebagai ganti dari mandi atau sebaliknya, yang semestinya
sebagai ganti dari mandi, ia berniat sebagai ganti dari wudhu, atau yang
semestinya sebagai ganti dari mandi janabah, ia berniat sebagai ganti dari mandi
menyentuh mayit, sekiranya kekeliruannya itu bukan karena kekeliruan dalam
menentukan permasalahan (tasykhîsh), maka tayamumnya adalah batal. Jika
ia hanya memiliki satu kewajiban tayamum, maka cukup baginya dengan meniatkan
kewajiban yang ada di pundaknya.
Masalah 700:
Dalam bertayamum, dahi, kedua telapak tangan dan bagian belakang telapak tangan
harus suci. Akan tetapi, jika telapak tangan kita najis dan kita tidak dapat
menyucikannya dengan air, maka kita dapat bertayamum dengan telapak tangan yang
najis itu. Akan tetapi, jika benda najis itu dapat berpindah, maka kita harus
bertayamum dengan menggunakan bagian belakang telapak tangan atau lengan.
Masalah 701:
Sebelum bertayamum kita harus melepaskan cincin dari jari-jari tangan kita. Jika
di dahi, bagian belakang telapak tangan atau telapak tangan terdapat sesuatu
yang dapat mencegah (sahnya tayamum), seperti lem yang menempel, maka kita harus
menghilangkannya terlebih dahulu.
Masalah 702:
Jika dahi atau bagian belakang telapak tangan kita terluka dan kita tidak dapat
membuka kain pembalut yang ada di atasnya, maka kita harus mengusapkan telapak
tangan di atas kain itu. Begitu juga jika telapak tangan kita terluka dan kita
tidak dapat membuka kain pembalut yang membalutnya, maka kita harus menepukkan
tangan yang berpembalut tersebut di atas bahan tayamum, lalu mengusapkannya ke
dahi dan bagian belakang telapak tangan.
Masalah 703:
Tidak ada masalah jika dahi dan bagian belakang telapak tangan berambut. Akan
tetapi, jika rambut kepala turun ke dahi, maka kita harus menyingkapnya.
Masalah 704:
Jika kita memberi kemungkinan bahwa di dahi, telapak tangan atau bagian belakang
telapak tangan terdapat benda yang dapat mencegah sahnya tayamum, maka kita
harus menelitinya terlebih dahulu jika kemungkinan itu masuk akal di mata
kebanyakan masyarakat sehingga kita yakin atau mantap hati (ithmi`nân)
bahwa benda itu tidak ada.
Masalah 705:
Jika tugas kita adalah tayamum dan kita tidak dapat bertayamum, maka kita harus
mengambil wakil, dan si wakil harus melakasanakan tayamum terhadap kita dengan
tangan kita sendiri. Jika hal itu tidak mungkin, maka ia harus menepukkan
tangannya sendiri di atas bahan yang sah digunakan untuk bertayamum dan
mengusapkannya ke dahi dan bagian belakang kedua telapak tangan kita.
Masalah 706:
Jika seseorang ragu ketika sedang bertayamum apakah anggota tayamum sebelumnya
sudah diusap atau belum, maka ia tidak perlu memperhatikannya dan tayamumnya
adalah sah. Begitu juga jika setelah mengusap setiap anggota tayamum ia ragu
apakah ia telah mengusapnya dengan benar atau tidak, maka tidak perlu ia
memperdulikannya dan tayamumnya adalah sah.
Masalah 707:
Jika setelah mengusap tangan kiri ia ragu apakah ia telah bertayamum dengan
benar atau tidak, maka tayamumnya adalah sah.
Masalah 708:
Seseorang yang tugasnya adalah tayamum, berdasarkan ihtiyath wajib ia
tidak boleh bertayamum dengan niat mengerjakan shalat sebelum waktu shalat itu
tiba. Akan tetapi, jika ia bertayamum untuk pekerjaan wajib atau sunah lainnya
dan hingga waktu shalat tiba ia masih memiliki uzur tersebut, maka ia dapat
mengerjakan shalat itu dengan tayamum tersebut.
Masalah 709:
Seseorang yang tugasnya adalah tayamum, jika ia tahu atau memberikan kemungkinan
bahwa uzurnya masih akan tetap ada hingga akhir waktu, maka ia dapat mengerjakan
shalat dengan tayamum meskipun waktu shalat masih panjang. Akan tetapi, jika ia
tahu bahwa uzurnya akan hilang hingga akhir waktu, maka ia harus bersabar
sehingga ia mengerjakan shalat dengan wudhu atau mandi, atau mengerjakannya
dengan tayamum jika waktu shalat sudah sempit.
Masalah 710:
Seseorang yang tidak dapat berwudhu atau mandi, ia dapat mengerjakan
shalat-shalat qadhanya dengan tayamum meskipun ia memberikan kemungkinan uzurnya
akan cepat usai. Akan tetapi, ketika ia mengetahui bahwa uzurnya akan usai
(sebentar lagi), maka berdasarkan ihtiyath wajib ia harus menunggu
(hingga uzurnya usai). Jika ia menyangka bahwa shalat qadhanya akan terlupakan
(jika tidak mengerjakannya dengan tayamum sekarang juga), maka ia harus
mengerjakannya dengan tayamum.
Masalah 711:
Seseorang yang tidak dapat berwudhu atau mandi, boleh mengerjakan shalat-shalat
sunah yang memiliki waktu tertentu, seperti shalat-shalat sunah (shalat wajib)
harian dengan tayamum meskipun di awal waktu dengan syarat ia tidak mengetahui
bahwa uzurnya akan sirna hingga akhir waktu.
Masalah 712:
Jika ia bertayamum karena tidak memiliki air atau uzur yang lain, tayamumnya
akan batal setelah semua uzur itu sirna.
Masalah 713:
Segala sesuatu yang membatalkan wudhu juga dapat membatalkan tayamum sebagai
ganti dari wudhu dan segala sesuatu yang membatalkan mandi juga dapat
membatalkan tayamum sebagai ganti dari mandi.
Masalah 714:
Seseorang yang tidak dapat mandi, jika ia memiliki kewajiban beberapa macam
mandi, maka berdasarkan ihtiyath wajib ia harus bertayamum sebagai ganti
dari setiap mandi itu.
Masalah 715:
Seseorang yang tidak dapat mandi, jika ia ingin mengerjakan sebuah amalan yang
wajib mandi terlebih dahulu, maka ia harus bertayamum sebagai ganti dari mandi
itu, dan jika ia tidak dapat berwudhu dan ingin mengerjakan sebuah amalan yang
wajib berwudhu sebelumnya, maka ia harus bertayamum sebagai ganti dari wudhu
tersebut.
Masalah 716:
Jika ia bertayamum sebagai ganti dari mandi janabah, maka tidak perlu lagi ia
berwudhu untuk mengerjakan shalat. Akan tetapi, jika ia bertayamum sebagai ganti
dari mandi-mandi yang lain, maka ia harus berwudhu terlebih dahulu, dan jika ia
tidak bisa untuk berwudhu juga, maka ia harus bertayamum sekali lagi sebagai
ganti dari wudhu.
Masalah 717:
Jika ia bertayamum sebagai ganti dari mandi dan setelah itu ia mengerjakan
sesuatu yang dapat membatalkan wudhu, sekiranya ia tidak dapat mandi untuk
mengerjakan shalat-shalat berikutnya, maka ia harus berwudhu, dan jika ia tidak
dapat berwudhu, maka ia harus bertayamum sebagai ganti dari wudhu.
Masalah 718:
Seseorang yang tugasnya adalah tayamum sebagai ganti dari wudhu dan mandi, maka
dua tayamum itu cukup baginya dan tidak perlu mengerjakan tayamum yang lain.
Masalah 719:
Seseorang yang tugasnya adalah tayamum, jika ia bertayamum untuk mengerjakan
suatu pekerjaan, maka ia dapat mengerjakan segala pekerjaan yang harus
dikerjakan dengan berwudhu atau mandi selama tayamum dan uzurnya masih ada. Akan
tetapi, jika ia bertayamum karena sempitnya waktu shalat atau dengan adanya air
ia bertayamum untuk mengerjakan shalat jenazah atau tidur, maka ia hanya dapat
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan itu dengan tayamum tersebut.
Masalah 720:
Dalam beberapa hal di bawah ini disunahkan bagi kita untuk mengulangi shalat
yang telah kita kerjakan dengan tayamum:
a. Jika kita
khawatir atas penggunaan air, lalu kita sengaja junub dan mengerjakan shalat
dengan tayamum.
b. Jika kita
tahu atau menyangka air tidak akan bisa ditemukan, lalu kita sengaja junub dan
mengerjakan shalat dengan tayamum.
c. Jika hingga
akhir waktu kita tidak mencari air dan mengerjakan shalat dengan tayamum.
Setelah itu kita tahu seandainya kita mencari air, niscaya kita akan
menemukannya.
d. Jika kita
sengaja mengakhirkan shalat dan mengerjakannya di akhir waktu dengan tayamum.
e. Jika kita
tahu atau menyangka bahwa air tidak dapat ditemukan dan menuangkan air yang kita
miliki.
[1]
Noureh adalah sebuah bahan berupa serbuk berwarna putih
seperti kapur yang dapat digunakan untuk merontokkan bulu badan. Bahan
ini dapat diperoleh setelah diadakan proses pemasakan batu-batu Noureh
tersebut (pen.).
|