IMAMAH (KEPEMIMPINAN)
Salah satu
Ushuluddin yang diyakini oleh para pengikut Ahlulbait as secara khusus adalah
imamah.
Dari pembahasan
kenabian di atas telah dipahami bahwa keberadaan seorang imam untuk agama dan
masyarakat adalah seperti keberadaan seorang nabi. Sebagaimana penentuan
seorang nabi harus dilakukan oleh Allah, penentuan seorang imam dan khalifah
pun sebagai penjaga dan penjelas agama harus dilakukan oleh Allah. Masyarakat
tidak mampu dan tidak memiliki kelayakan untuk menentukan seorang pengganti
bagi seorang nabi. Bukan tugas masyarakat dalam rangka menjelaskan hukum Ilahi
dan syariat seorang nabi untuk menentukan seorang penggantinya. Argumentasi
atas hal ini sangatlah banyak. Pada kesempatan ini, kami akan menyebutkan
sebagiannya saja.
Argumentasi Pertama
Seperti telah
disebutkan di atas, kedudukan imamah tidak berbeda dengan kedudukan kenabian
dan berperan sebagai pengganti kedudukan kenabian. Atas dasar ini, setiap dalil
dan argumentasi yang telah kami paparkan berkenaan dengan kenabian, juga
memiliki indikasi atas kelaziman imamah. Kesimpulannya, imamah juga dapat
dibuktikan dengan dalil dan argumentasi tersebut.
Argumentasi Kedua
Telah kita ketahui
bersama bahwa keberadaan seorang imam sangat bermanfaat dan tidak mengandung
keburukan (mafsadah) bagi keberadaan agama dan al-Quran. Dengan
demikian, sesuai dengan kaidah keadilan dan luthf Allah Yang Maha Bijaksana, penentuan seorang imam adalah suatu kelaziman. Karena,
tidak adanya penentuan itu, di samping kemaslahatan yang akan hilang dari tangan
agama dan umat manusia, keburukan akan terwujud, segala usaha Rasulullah saw,
agama, syariat dan al-Quran akan sirna dan semua itu akan dilupakan. Semua itu
adalah sama dengan pemberangusan tujuan (pengutusan seorang nabi), dan hal itu
adalah mustahil bagi-Nya.
Argumentasi Ketiga
Dalam
argumentasi dan dalil imamah telah disebutkan bahwa seorang imam harus ma’shum
(terjaga dari dosa), memiliki seluruh karakteristik utama manusia, tersucikan
dari segala kebejatan mental, mengetahui segala yang dibutuhkan oleh umat
manusia, dan mampu mendepak segala kritik (yang berkembang di tengah-tengah
masyarakat). Kesimpulannya, ia harus sempurna dari segala segi. Mengingat
mayoritas karaktersitik tersebut termasuk karakteristik-karakteristik batiniah
dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dzat Yang Maha Mengetahui segala yang
ghaib, dengan demikian penentuan seseorang yang memiliki
karakteristik-karakteristik tersebut berada di luar kemampuan umat manusia. “Allah
lebih mengetahui di mana Ia meletakkan risalah-Nya”[1] dan umat manusia
tidak akan pernah mampu untuk menentukannya serta tidak memiliki hak untuk ikut
campur. Allah SWT berfirman:
æó
ÑóÈøõß ó íóÎúáõÞõ ãóÇ íóÔóÇÁõ æó íóÎúÊóÇÑõ ãóÇ ßóÇäó áóåõãõ ÇáúÎöíóÑóÉõ
“Dan Tuhanmu
menciptakan apa yang dikehendakinya dan memilih. Mereka tidak memiliki pilihan
(dalam hal ini).”[2]
Atas dasar ini,
penentuan seorang imam dan khalifah adalah tugas Allah dan berada di luar tugas
umat manusia.
Dengan demikian,
kami para pengikut Syi’ah meyakini bahwa atas dasar perintah Allah dan Rasul-Nya
dua belas orang ma’shum telah ditentukan untuk mengemban tugas kepemimpinan dan
imamah. Beliau telah memperkenalkan mereka kepada khalayak ramai dengan
menyebutkan nama dan karakteristik mereka masing-masing.
Imam Pertama
Di permulaan
dakwah, Rasulullah saw telah memperkenalkan imam dan pengganti beliau.
Hingga tahun
ketiga Bi’tsah, Rasulullah saw melakukan dakwah secara rahasia. Ketika ayat
yang berbunyi: “Dan berikanlah peringatan kepada keluarga dekatmu” (QS. Asy-Syu’ara`: 214) turun, beliau mengajak keluarga dekatnya untuk
memeluk agama Islam. Mereka berjumlah empat puluh orang. Setelah menyantap
hidangan yang telah disediakan, beliau bersabda: “Wahai putra-putra Abdul
Muthalib! Demi Allah, aku tidak pernah mengenal seorang pemuda Arab yang membawa
suatu ajaran yang lebih baik dari yang kubawa ini. Aku membawa suatu ajaran untuk
kebaikan dunia dan akhirat kalian. Allah telah memerintahkan kepadaku untuk
mengajak kalian memeluk ajaran ini. Siapakah di antara kalian yang siap
membantuku sehingga ia menjadi saudara, washî dan penggantiku?” Orang-orang
yang hadir di situ bungkam seribu bahasa kecuali Ali as yang pada waktu itu
lebih kecil dari mereka. Ia bangkit dari duduknya seraya berkata: “Wahai
Rasulullah! Di jalan ini aku akan menjadi penolong dan sahabatmu.” Setelah itu,
Rasulullah saw meletakkan tangannya di atas pundak Ali seraya bersabda:
Åöäøó
åóÐóÇ ÃóÎíú æó æóÕíøíú æó ÎóáíúÝóÊíú Ýöíúßõãú ÝóÇÓúãóÚõæúÇ áóåõ æó ÇóØíúÚõæúåõ
“Sesungguhnya ini adalah saudara, washî dan khalifahku
di tengah-tengah kalian. Maka, dengarkanlah ia dan taatlah kepadanya.”
Seluruh hadirin
bangkit dari tempat duduk mereka sambil tertawa mengejek dan berkata kepada Abu
Thalib: “Ia telah memerintahkan kepadamu untuk mendengarkan ucapan anakmu dan
menaatinya.”
Tidak sedikit dari
ulama Ahlussunnah, seperti Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaeh, Abu
Na’im, al-Baihaqi, Ats-Tsa’labi, ath-Thabari, Ibnu Atsir, Abul Fida` dan lain-lain
yang telah menukil hadis tersebut. Silakan Anda merujuk kepada buku al-Murâja’ât
dan Ihqâq al-Haq jilid 4.
Dari hadis di
atas dapat dipahami bahwa dakwah kepada kenabian dan imamah berjalan secara
bersama-sama dan saling berdampingan. Dan dapat dipahami juga bahwa sebagaimana
Rasulullah saw memiliki perhatian khusus terhadap kenabian, beliau juga memiliki
perhatian yang sama terhadap masalah imamah. Serta dapat dipahami juga bahwa
menerima kenabian tanpa menerima konsep imamah bukanlah tujuan dan permintaan
Islam dan tidak sesuai dengan keinginan beliau.
Setelah
peristiwa itu, Rasulullah saw selalu menyampaikan keimamahan Imam Ali as dalam
berbagai kesempatan dengan penjelasan yang berbeda-beda. Banyak ayat al-Quran
yang turun berkenaan dengan hal ini hingga beliau berangkat ke Makkah untuk
melaksanakan haji. Peristiwa itu terjadi bersamaan dengan akhir-akhir usia
beliau. Oleh karena itu, haji tersebut di beri nama Haji Wada’. Umat Islam yang
ikut serta bersama beliau pada itu diperkirakan mencapai 120.000 orang.
Ringkasan
Peristiwa Ghadir Khum
Setelah usai
melaksanakan haji, Rasulullah saw pulang kembali ke Madinah. Ketika telah
mendekati sebuah daerah yang bernama Ghadir Khum, malaikat Jibril turun dan
memerintahkan beliau untuk berhenti. Beliau pun memerintahkan rombongan untuk
berhenti. Melihat perintah untuk berhenti di sebuah daerah yang sangat panas
dan tak berpohon itu, mereka merasa heran. Mereka berkata kepada diri mereka
sendiri: “Pasti telah turun sebuah perintah penting dari Allah.” Pada waktu
itu, turunlah ayat yang berbunyi:
íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáÑøóÓõæúáõ ÈóáøöÛú ãóÇ ÃõäúÒöáó Åöáóíúßó ãöäú ÑóÈøößó æó Åöäú
áóãú ÊóÝúÚóáú ÝóãóÇ ÈóáøóÛúÊó ÑöÓóÇáóÊóåõ æó Çááåõ íóÚúÕöãõßó ãöäó ÇáäøóÇÓö
Åöäøó Çááåó áÇó íóåúÏöí ÇáúÞóæúãó ÇáúßóÇÝöÑöíúäó
“Wahai Rasul, sampaikanlah apa
yang telah diturunkan oleh Tuhanmu kepadamu. Jika Engkau tidak melakukan hal
itu, maka engkau belum menyampaikan risalah-Nya. Allah akan menjagamu dari orang-orang
(yang ingin mengganggumu). Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk
kepada kaum yang kafir.”[3]
Muadzin memanggil para jamaah untuk mengerjakan shalat Zhuhur. Setelah usai
mengerjakan shalat Zhuhur, Rasulullah saw mengajak mereka untuk mendengarkan
perintah Ilahi. Sebuah mimbar telah dibuat dari pelana-pelana onta dan beliau
naik di atasnya. Setelah memuji Allah, beliau bersabda kepada para jamaah:
“Tidak lama lagi aku akan pergi dari tengah-tengah kalian. Aku akan dimintai
pertanggungjawaban dan kalian juga akan dimintai pertanggungjawaban ...
Sekarang lihatlah bagaimana kalian akan memperlakukan dua peninggalan yang
telah kutinggalkan di tengah-tengah kalian ini.”
Salah seorang jamaah bangkit seraya bertanya: “Apakah dua peninggalan
tersebut, wahai Rasulullah?”
Beliau bersabda: “Pusaka peninggalan yang besar adalah Kitab Allah yang
satu sisinya berada di tangan Allah dan sisi yang lain berada di tangan kalian.
Janganlah kalian mencampakkannya supaya kalian tidak tersesat. Adapun pusaka
peninggalanku yang lain adalah Ahlulbaitku. Allah Yang Maha Lembut dan
Mengetahui memberitahukanku bahwa kedua pusaka peninggalan itu tidak akan
pernah berpisah sehingga bergabung denganku di surga. Janganlah kalian
mendahuli keduanya, karena kalian pasti celaka dan janganlah kalian ketinggalan
dari mereka, karena kalian pasti celakan juga.”
Tiba-tiba para jamaah melihat Rasulullah saw memandang ke sekeliling
beliau. Ketika pandangan beliau tertuju ke Ali as, beliau merunduk untuk memegang
tangannya dan mengangkatnya sehingga bagian bawah ketiak mereka berdua terlihat
dan semua yang hadir di situ menlihat dan mengenalnya. Ketika itu, beliau
bersabda dengan suara yang keras dan jelas: “Siapakah yang lebih layak di
antara kalian terhadap Muslimin?”
“Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”, jawab mereka.
Raslullah saw bersabda: “Allah adalah junjungan dan pemimpinku dan aku
adalah pemimpin Mukminin. Barangsiapa aku adalah pemimpinnya, maka Ali adalah
pemimpinnya.” Beliau mengulangi ucapan tersebut sebanyak tiga atau empat
kali. Setelah itu, beliau bersabda: “Ya Allah, cintailah orang yang
mencintainya dan musuhilah orang yang memusuhinya, cintailah orang yang
mencintainya dan bencilah orang yang membencinya, tolonglah orang yang
menolongnya dan campakkanlah orang yang mencampakkannya, dan sertakanlah
kebenaran bersamanya di mana pun ia berada.”
Khotbah Rasulullah saw seperti yang telah kami ringkas di atas selesai
sampai di sini. Dan pada waktu itu juga turunlah ayat yang berbunyi:
Çóáúíóæúãó
ÃóßúãóáúÊõ áóßõãú Ïöíúäóßõãú æó ÃóÊúãóãúÊõ Úóáóíúßõãú äöÚúãóÊöíú æó ÑóÖöíúÊõ
áóßõãõ ÇáúÅöÓúáÇóãó ÏöíúäðÇ
“Pada hari ini, telah
Kusempurnakan bagi kalian agama kalian, telah Kulengkapkan nikmat-Ku atas
kalian dan telah Kuridhai Islam sebagai agama kalian.”[4]
Setelah itu,
para jamaah yang hadir diliputi oleh kebahagiaan tersendiri dan mengucapkan
selamat kepada Amirul Mukminin as. Abu Bakar dan Umar pun tidak iktu ketinggalan.
Mereka berdua berkata kepada Ali as di hadapan khalayak ramai: “Selamat atasmu
wahai Ali! Engkau telah menjadi pemimpinku dan pemimpin setiap Mukmin laki-lai
dan wanita.”
Di akhir khotbah
Rasulullah saw, setelah memohon izin kepada beliau, Hassan bin Tsabit
melantunkan syair-syairnya yang di antara isinya adalah:
Ia berkata:
“Berdirilah wahai Ali, sesungguhnya aku ** meridhaimu sebagai imam dan hadi
setelahku.”
Ini adalah
ringkasan dari peristiwa Ghadir Khum. Di samping ulama Syi’ah, para ulama
Ahlussunnah pun telah menukinya di dalam buku-buku mereka. Sebagai contoh,
mereka adalah al-Hafizh Abu Sa’id as-Sijistani, Abu Na’im al-Ishfahani, Abul
Hasan al-Wahidi an-Nisyaburi, Ibnu Asakir asy-Syafi’i, Fakhurrazi, al-Humawaini,
Ibnu Shabbagh al-Maliki, Jalaluddin as-Suyuthi, al-Alusi, al-Qunduzi, Badruddin
al-Hanafi, Syeikh Muhammad Abduh dan lain-lain. Silakan Anda merujuk ke buku al-Ghadir
karya Allamah Amini.
Perlu
diperhatikan, para ulama tersebut meskipun telah menukil hadis Ghadir Khum di atas,
akan tetapi mereka menakwil hadis itu atau tidak menganggapnya terlalu penting.
Hal itu mungkin dkarenakan rasa takut, kondisi dan kedudukan diri mereka atau
fanatisme mazhab.
Bagaimana pun
juga, meskipun mereka berhasil menakwil hadis Ghadir dan tidak
memperdulikannya, akan tetapi, hadis Rasulullah saw pada periode pertama dakwah
secara terang-terangan, hadis Tsaqalain dan hadis-hadis lain tentang imamah
Amirul Mukminin as dan para imam yang lain yang telah dinukil oleh mereka
sendiri adalah hujjah bagi mereka. Karena hadis ini sangat banyak dan
diriwayatkan secara mutawatir, hadis-hadis itu tidak dapat ditakwil dan dilalui
begitu saja.
Nama-nama para
imam yang lain—tanpa menyebutkan sejarah kehidupan mereka karena tujuan tulisan
ini adalah ringkasan akidah—adalah sebagai berikut:
2. Imam Hasan
al-Mujtaba as.
3. Imam Husain asy-Syahid
as.
4. Imam Ali bin
Husain as-Sajjad as.
5. Imam Muhammad
bin Ali al-Baqir as.
6. Imam Ja’far bin
Muhammad ash-Shadiq as.
7. Imam Musa bin
Ja’far al-Kazhim as.
8. Imam Ali bin
Musa ar-Ridha as.
9. Imam Muhammad
bin Ali al-Jawad as.
10. Imam Ali bin
Muhammad al-Hadi as.
11. Imam Hasan
bin Ali al-‘Askari as.
12. Imam
Muhammad bin Hasan al-Mahdi as. Imam kedua belas ini masih hidup hingga
sekarang dan beliau berada di alam ghaib. Dengan perintah Allah beliau akan
muncul kembali untuk mendirikan sebuah pemerintahan adil dan memenuhi dunia ini
dengan keadilan.
Layak untuk
diketahui bahwa kami para pengikut Syi’ah meyakini bahwa Sayidah Fathimah putri
Rasulullah adalah istri agung Imam Ali as, ibunda para imam dan tolok ukur
imamah dan wilâyah, serta penghulu para wanita di dunia dan akhirat. Beliau
adalah teladan seluruh umat manusia untuk setiap masa. Karena beliau terjaga
dari dosa, maka seluruh ucapan, perilaku dan penetapannya adalah hujjah bagi
kita. Keridhaan beliau adalah keridhaan Allah dan Rasulullah saw dan kemurkaan
beliau adalah kemurkaan Allah dan Rasulullah saw.
Nama-nama yang
telah kami sebutkan di atas adalah Ahlubait dan ‘Itrah Rasulullah yang memiliki
karateristik sama seperti beliau. Beliau selalu mewasiatkan mereka dan
menyatakan mereka sebagai sekutu al-Quran. Beliau besabda:
Åöäøöíú
ãõÎóáøöÝñ Ýöíúßõãõ ÇáËøóÞóáóíúäó: ßöÊóÇÈó Çááåö æó ÚöÊúÑóÊöíú Ãóåúáó ÈóíúÊöíú¡
áóäú ÊóÖöáøõæúÇ ãóÇ ÊóãóÓøóßúÊõãú ÈöåöãóÇ
“Sesungguhnya kutinggalkan di
tengah-tengah kalian dua pusaka yang sangat berat (baca: berharga): Kitab Allah
dan ‘Itrahku, Ahlubaitku. Kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada
keduanya.”[5]
Allah SWT telah
meletakkan dua tanggung jawab berat di atas pundak mereka: pertama, kepemimpinan
spiritual umat manusia dan mengenalkan mereka kepada pengetahuan, akhlak dan
hukum-hukum agama dan dunia melalui ayat-ayat al-Quran, sunnah Rasulullah saw
dan ilham-ilham yang mereka terima dari-Nya, dan kedua, kepemimpinan
politik dan manajemen kehidupan sosial, serta merealisasikan seluruh hukum
pemerintahan Islam dalam semua seginya.
Hadis-hadis
Tentang Imam Mahdi as
Pada kesempatan
ini, sangat tepat jika kami sajikan indeks hadis-hadis yang diriwayatkan
melalui jalur Syi’ah dan Ahlussunnah berkenaan dengan Imam Mahdi as.
1. Kelompok
hadis yang menekankan bahwa para imam berjumlah dua belas orang. Yang pertama
adalah Ali dan yang terakhir adalah Mahdi. (91 hadis)
2. Kelompok
hadis yang menegaskan bahwa Mahdi berasal dari keluarga Rasulullah saw. (389
hadis)
3. Kelompok
hadis yang menegaskan bahwa Mahdi berasal dari anak cucu Ali as. (214 hadis)
4. Kelompok
hadis yang mengatakan bahwa beliau berasal dari putra-putra Fathimah az-Zahra`
as. (192 hadis)
5. Kelompok
hadis yang menegaskan bahwa beliau adalah putra kesembilan Imam Husain as. (148
hadis)
6. Kelompok
hadis yang menegaskan bahwa beliau adalah anak cucu Imam as-Sajjad as. (185
hadis)
7. Kelompok
hadis yang mengatakan bahwa beliau adalah putra Imam al-‘Askari as. (148 hadis)
8. Kelompok
hadis yang menegaskan bahwa beliau adalah imam kedua belas dan terakhir. (136
hadis)
9. Kelompok
hadis yang membicarakan tentang kelahiran beliau. (214 hadis)
10. Kelompok
hadis yang menyatakan kepanjangan umur beliau. (318 hadis)
11. Kelompok
hadis yang menyatakan bahwa beliau memiliki sebuah masa ghaibah yang sangat
panjang. (91 hadis)
12. Kelompok
hadis yang memberikan berita gembira tentang kemunculan beliau. (657 hadis)
13. Kelompok
hadis yang menegaskan bahwa beliau akan memenuhi dunia ini dengan keadilan.
(123 hadis)
14. Kelompok
hadis yang menegaskan bahwa Islam akan mendunia di tangan beliau. (47 hadis)
Jumlah
keseluruhan hadis-hadis tersebut adalah 2.953 hadis.[6]
[1] Surah al-An’am: 124.
[2] Surah al-Qashash: 68.
[3] Surah al-Maidah: 67.
[4] Surah al-Maidah: 3)
[5] Bihâr al-Anwâr, jilid 5, hal. 68, hadis ke-1.
[6] Mahdi-ye Mau’ûd, hal.5.
|